Showing posts with label Full Day School. Show all posts
Showing posts with label Full Day School. Show all posts

Big Book “Di Dalam Hutan” Media Penyesuaian Literasi

6:24:00 PM
 Pembiasaan pada kegiatan literasi yaitu bab tahapan  Big Book “Di Dalam Hutan” Media Pembiasaan Literasi
Big book “ di dalam hutan” yaitu media adaptasi membaca.
Pembiasaan pada kegiatan literasi yaitu bab tahapan Gerakan Literasi Sekolah (GLS) yang bertujuan untuk menumbuhkan minat baca akseptor didik terhadap buku (bacaan) dan kegiatan membaca sesuai dengan Permendikbud No 23 tahun 2015. Kegiatan adaptasi bisa dikelompokkan menjadi 2 bab yaitu kegiatan adaptasi jenjang SD kelas bawah dan jenjang SD kelas atas.

Big book atau buku besar yaitu media pembelajaran membaca dengan pendekatan membaca bersama (shared reading) yang mempunyai ukuran, goresan pena dan gambar yang besar dengan tujuan bisa dilihat oleh akseptor didik dengan jelas, dibentuk dengan menyesuaikan kebutuhan siswa baik kebutuhan SD jenjang kelas atas ataupun kelas bawah dan terdapat prinsip pengulangan bacaan dengan tujuan untuk mengenalkan rangkain huruf, kata, serta menghubungkan dengan suara alasannya yaitu disajikan dalam bentuk verbal (Wardhani, 2015).

Fakta di lapangan akseptor didik kelas 1 SD Muhammadiyah 9 mempunyai kecenderungan kemampuan motorik yang sangat tinggi dengan dibarengi tingginya kemampuan linguistik akseptor didik sehingga kecenderungan suasa kelas sangat ramai. Karakteristik akseptor didik tersebut kuat pada kemampuan fokus dalam membaca apalagi membaca yang butuh waktu usang dan teks bacaan yang panjang.

Fakta dilapangan berikutnya, kemampuan membaca pada akseptor didik kelas 1 SD Muhammadiyah 9 sangat bermacam-macam mulai dari yang sudah lancar membaca, perlu pendampingan dalam membaca hingga akseptor didik yang belum bisa merangkai abjad atau kata secara mandiri. Hal tersebut juga dipengaruhi oleh aktivitas Full Day School (FDS) yang masih di selenggarakan di SD Muhammadiyah 9, alasannya yaitu menurut gosip guru kelas 1 dengan aktivitas Full Day School (FDS) waktu training membaca personal bagi akseptor didik yang belum bisa membaca kurang, alasannya yaitu pendampingan hanya bisa dilakukan di sela-sela pembelajaran, waktu suplemen pulang sekolah sudah tidak memungkingkan baik fisik maupun kemampuan mendapatkan suplemen pendampingan baik dari sisi akseptor didik maupun tenaga guru.

Berdasarkan fakta di lapangan masih perlunya media untuk melatih adaptasi membaca pada akseptor didik kelas 1 atau pemula sehingga akseptor didik kelas 1 bisa menyimak cerita, meprediksi gambar, membaca nyaring dan senyap dengan memakai teks sederhana dengan baik. Big book “ di dalam hutan “ salah satu media adaptasi membaca sempurna alasannya yaitu Big book atau buku besar dengan judul di dalam hutan berisi gambar dengan teks sederhana, memuat prinsip pengulangan bacaan dengan pemdekatan membaca bersama (shared reading).

Analisis Masalah

Pembiasaan membaca selama 15 menit setiap hari sebelum proses pembelajaran untuk membaca buku selain buku mata pelajaran dan mendorong akseptor didik gemar membaca merupakan kegiatan wajib pengembangan potensi diri yang merupakan bentuk kegiatan gerakan Penumbuhan Budi Pekerti (PBP) di Sekolah sebagai upaya penghargaan terhadap keunikan potensi akseptor didik untuk dikembangkan (Permendikbud No 23 tahun 2015).

Tahapan pelaksanaan Gerakan Literasi Sekolah (GLS) terdiri dari 3 tahapan yaitu adaptasi untuk penumbuhan minat baca, tahapan pengembangan melalui kegiatan menanggapi buku pengayaan, dan tahapan pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan literasi di semua mata pelajaran. Kegiatan adaptasi jenjang SD kelas bawah terdiri dari menyimak cerita, meprediksi gambar, membaca nyaring dan senyap dengan memakai buku dongeng bergambar tanpa teks ataupun buku dongeng bergambar dengan teks sederhana. Konten bacaan yang sesuai dengan jenjang SD kelas bawah adalah: buku bacaan berukuran besar (big book), buku mengadung pesan moral, buku bergenre fantasi dengan tokoh binatang (fabel), gosip sederhana, dongeng mengandung nilai optimis, inspiratif, dan mengembangakan imajinatif (Faizah, 2016).

Big book “ di dalam hutan” yaitu media adaptasi membaca yang dibentuk untuk media pembelajaran jenjang SD kelas bawah yang bertujuan untuk:

1.Membuat akseptor didik bahagia terhadap buku yaitu buku bacaan jenis big book “di dalam hutan” dan bahagia membaca, tertihat dari ketertarikan akseptor didik terhadap buku.

2.Merangsang imajinasi akseptor didik ihwal hutan dari gambar latar hutan yang terdiri dari tumbuhan yang besarnya beragam, terdapat aliran sungai, padang rumput dengan impian yang bisa mendiskripsikan kondisi hutan bahu-membahu pada akseptor didik.

3.Mengenalkan keragaman jenis binatang yang terdapat dihutan sekaligus sumber kosakata nama-nama binatang mulai dari binatang yang bertubuh kecil hingga besar, dan dari binatang jenis pemakan rumput hingga pemakan binatang lain,

4.Menganalkan ihwal kalimat perintah secara tidak pribadi yaitu melalui penyajian dalam bentuk verbal dan suara dari intonasi guru dalam memberi pola membaca. Sekaligus mengenalkan ciri kata perintah yang diakhiri tanda seru, dikenalkan secara tidak pribadi alasannya yaitu melalui prinsip pengulangan dan penulisan yang bisa dilihat oleh akseptor didik secara langsung.

5.Melatih analisis sekaligus ketelitian akseptor didik melalui sajian gambar yang letaknya berpindah-pindah sehingga akseptor didik bisa membedakan posisi hewan. Selain itu di simpulan rangkaian teks sederhana pada gambar muncul raja hutan yaitu singa yang merupakan binatang pemakan daging, dan bertepatan hilangnya kelinci dari hutan. Gambar dan teks sederhana akan merangsang munculnya analisa siswa ihwal bencana tersebut Kemampuan analisa ini yaitu salah satu indikator high-order thinking skill (HOTS) (Anderson, 2015).

Hasil observasi lapangan ihwal big book “Di dalam hutan” sebagai media adaptasi literasi. Penggunaan big book “Di dalam hutan” pada kelas 1 Ibnu Kaldun terlihat berjalan dengan baik, awal guru memperlihatkan big book dan memberi gosip kalau akan berguru membaca bersama, semua akseptor didik pribadi menempati dingklik masing-masing. Guru membaca judul “Di dalam hutan,” yang ditirukan oleh semua akseptor didik dengan baik. “Apa benar di dalam hutan?” secara responsif beberapa akseptor didik menjawab, ”Benar, kan ada banyak pohonnya.”

Guru melanjutkan membaca dengan sangat baik intonasi tanda baca koma, intonasi kata perintah sangat di perhatikan serta guru membaca dengan artikulasi kata sangat terang sehingga akseptor didik menirukan dengan tepat. Pada kelas Ibnu Kaldun umpan balik bisa di respon oleh beberapa akseptor didik yaitu berupa menyebutkan jenis binatang yang terdapat di hutan.

Pada simpulan observasi akseptor didik ada yang bertanya, “Kenapa kelinci suruh pergi dari hutan?” Teman yang lain merespon, “Karena ada elang atau hutan bukan tempatnya kelinci.” Hasil analisis akseptor didik sangat baik. (Obs 1 Ibnu Kaldun).

Hasil observasi berikutnya di kelas 1 Ibnu Sina. Guru menginformasikan bahwa kegiatan berguru akan diawali dengan membaca nyaring bersama-sama. Guru menginformasikan akad membaca dan mulai memperlihatkan media big book “Di dalam hutan,” semua akseptor didik merespon dengan kompak meminta buku dikelilingkan. Hal tersebut merupakan bukti ketertarikan akseptor didik dengan buku. Pada kelas Ibnu Sina ketertarikan lebih tinggi dengan buku, ketika guru membacakan setiap lembaran teks bacaan akseptor didik banyak yang mendekat pada media dan banyak yang merespon dengan memperlihatkan pertanyaan. “ Ustazah sehabis ini binatang apalagi yang ada di hutan?” ungkapan rasa ingin tahu akseptor didik terhadap media. Dengan kondisi menyerupai itu guru secara cepat melaksanakan pengembangan materi,” Ayo siapa yang tahu binatang apalagi ya yang ada di hutan?”. Peserta didik pun merespon dengan cepat, meskipun binatang yang disebutkan akseptor didik tidak sesuai teks dan gambar, hal tersebut merupakan bukti kemampuan pengembangan bahan dari sisi akseptor didik.

Pertanyaan serupa di kelas 1 Ibnu Sina, “Kenapa kelinci suruh pergi dari hutan?” Jawaban dari temannya, “ Karena ada singa jadi semua takut terus lari”. Teman lain menjawab, “ Singa yaitu binatang buas, jadi bisa makan binatang lain.”( Obs 2 Ibnu Sina).

Data observasi di atas sanggup diihtisarkan bahwa big book “Di dalam hutan,” merupakan media adaptasi literasi yang sempurna alasannya yaitu bisa menumbuhkan minat akseptor didik terhadap bacaan dan kegiatan membaca. Selaian itu big book “Di dalam hutan,” bisa memfasilitasi kegiatan membaca pada tahap adaptasi alasannya yaitu terdapat proses menyimak baik pada gambar, teks bacaan ataupun menyimak pertanyaan dan menyimak respon sahabat sejawat. Peserta didik mengalami perkembangan dalam kemampuan memprediksi baik melalui gambar ataupun umpan balik guru. Proses pengembangan imajinasi akseptor didik juga terfasilitasi dalam big book “Di dalam hutan,” buktinya akseptor didik bisa mengimajinasikan kelinci ada di mana ketika keberadaannya tidak ada di hutan.
Pembiasaan literasi melalui big book “Di dalam hutan,” terbukti bisa menerapkan pendekatan membaca bersama (shared reading) terbukti satu media bisa memfasilitasi klasikal secara bersama dengan memperkaya jumlah kosakata akseptor didik ihwal jenis binatang yang hidup di hutan. Big book “Di dalam hutan,” juga menerapkan prinsip pengulangan bacaan dengan tujuan untuk mengenalkan rangkain abjad dan kata, sehingga kadang juga menjadikan kebosanan bagi siswa yang sudah cerdik membaca dengan respon refleknya, “Kenapa kok gituu terus? Kelinci, pergilah dari hutan, gitu lagi.” Big book “Di dalam hutan,” bisa menghubungkan dengan suara alasannya yaitu disajikan dalam bentuk verbal faktor ini dipengaruhi oleh kemampuan guru dalam menyajikan proses membaca nyaring pada akseptor didik, alasannya yaitu membaca nyaring memerlukan intonasi, artikulasi, pengutamaan kata yang baik sehingga mendukung bacaan lebih terang dan gampang dimengerti (Wardhani, 2015).

Kesimpulan

Kesimpulan dari kegiatan penggunaan media big book “Di dalam hutan,”terbukti bisa sebagai media adaptasi literasi di kelas 1 SD Muahammadiyah 9 Malang dengan bukti data sebagai berikut:

1.Big book “Di dalam hutan,”mampu menumbuhkan minat akseptor didik terhadap bacaan dan kegiatan membaca akseptor didik.
2.Big book “Di dalam hutan,” bisa sebagai media yang menerapkan semua prinsip tahap adaptasi kegiatan literasi.
3.Big book “Di dalam hutan,” memenuhi syarat menjadi konten bacaan yang sesuai dengan akseptor didik jenjang SD kelas rendah.

Daftar Pustaka

Anderson, L.,David, K. 2015. Kerangka Landasan Untuk Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Faizah, U,D. 2016. Panduan Gerakan Literasi Sekolah di Sekolah Dasar. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan dasar dan MenengahKementrian Pendidikan dan Kebudayaan.
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 23 Tahun2015 ihwal Penumbuhan Budi Pekerti.
Wardhani, L. 2015. Meningkatkan Keterampilan Membaca Permulaan Melalui Media Big Book. Online. Tersedia di https://filippaarjag.blogspot.com//search?q=meningkatkan-keterampilan-membaca. (11-10-2017)

*) Ditulis oleh Louis Ifka Arishinta, M.Pd. Guru SD Muhammadiyah 9 Malang

Berikut Isi Perpres Yang Batalkan Sekolah Lima Hari

11:50:00 PM
Isi pasal dalam Perpres yang membatalkan kewajiban sekolah lima hari.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 87 Tahun 2017 wacana Penguatan Pendidikan Karakter (PPK). Dengan adanya Perpres ini maka peraturan 'full day school' malalui Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2017 otomatis gugur.

"Jadi gres saja saya tandatangani mengenai Perpres Penguatan Pendidikan Karakter didampingi oleh para kiai dan pimpinan ormas. Dan saya sangat berbahagia sekali bahwa semuanya memperlihatkan pinjaman penuh terhadap Perpres penguatan pendidikan huruf ini," kata Jokowi yang kutip dari Kompas (08/09/17).

Mendikbud Muhadjir Effendy mengaku, pihaknya siap mengimplementasikan Perpres Nomor 87 Tahun 2017. Menurutnya, mengenai kebijakan jam sekolah yang sempat menjadi pro kontra di masyarakat, dianggap sudah selesai. Perpres telah mengatur bahwa jam sekolah bersifat opsional yaitu lima hari atau enam hari sekolah.

Baca: Sekolah Lima Hari Seminggu Diisi Tiga Kegiatan Ini

Berikut isi pasal dalam Perpres yang membatalkan kewajiban sekolah lima hari;

Perpres 87/2017 Pasal 9:

(1) Penyelenggaraan PPK pada jalur Pendidikan Formal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dilaksanakan selama 6 (enam) atau 5 (lima) hari sekolah dalam 1 (satu) Minggu

(2) Ketentuan hari sekolah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diserahkan pada masing-masing satuan pendidikan gotong royong dengan Komite Sekolah/Madrasah dan dilaporkan kepada Pemda atau kantor kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agama setempat sesuai dengan kewenangan masing-masing.

(3) Dalam tetapkan 5 (lima) hari sekolah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), satuan pendidikan dan Komite/Sekolah Madrasah mempertimbangkan:
a. kecukupan pendidik dan tenaga kependidikan;
b. ketersediaan sarana dan prasarana;
c. kearifan lokal; dan
d. pendapat tokoh masyarakat dan/atau tokoh agama di luar Komite Sekolah/Madrasah

Mendikbud Larang Guru Beri Pr Matematika Ke Siswa

7:32:00 PM
Mendikbud Larang Guru Beri PR Matematika ke Siswa Mendikbud Larang Guru Beri PR Matematika ke Siswa
Guru harus lebih kreatif, jangan sedikit-sedikit PR, sedikit-sedikit mencatat.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy mengingatkan semoga para guru tidak setiap hari memperlihatkan pekerjaan rumah (PR) bagi siswa. Ini merupakan imbauan bagi para guru yang bahagia memperlihatkan PR kepada siswanya. Dengan adanya penguatan pendidikan aksara (PPK), siswa dihentikan lagi diberikan PR.

"Guru harus lebih kreatif, jangan sedikit-sedikit PR, sedikit-sedikit mencatat buku hingga habis," kata Muhadjir yang kutip dari JPNN (08/09/17).

Mantan Rektor Univesitas Muhammadiyah Malan itu menyampaikan guru harus bisa memperlihatkan PR yang berkaitan dengan nilai-nilai aksara prioritas dalam PPK. Sedangkan matematika atau mata pelajaran lain tidak perlu diberikan PR sebab kiprah ibarat itu cukup diselesaikan di sekolah, bukan dibawa rumah.

"Dalam PPK, PR itu jangan Matematika. Kalau itu selesaikan saja di sekolah. PR-nya apa? Misalnya untuk nilai aksara gotong royong, siswa dikasih PR berkunjung ke teman-temannya yang sakit, atau berkunjung ke panti asuhan, atau ikut kerja bakti di lingkungan rumah atau sekolah. Itulah PR dalam PPK. Ada nilai bahu-membahu dan rasa solidaritas. Sekolah atau guru harus inisiatif memperlihatkan PR ibarat itu dalam PPK," kata Muhadjir.

Dalam PPK, diprioritas lima nilai karakter, yaitu religius, nasionalis, integritas, gotong royong, dan mandiri. Dia juga mengimbau guru semoga bisa menanamkan perilaku toleransi antarumat beragama kepada siswa. Siswa juga harus bisa menghormati perbedaan, mengingat bangsa Indonesia yakni bangsa yang bermacam-macam atau majemuk.

Menurut Mendikbud, penerapan PPK di sekolah harus memakai metode School Based Management, atau Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). Dengan MBS akan memerkuat ekosistem pendidikan sebab sekolah akan menjadi sentral atau pusat. Sedangkan lingkungan sekitar dijadikan sumber-sumber berguru (learning resources).

Baca: Tumbuhkan Budi Pekerti Guru Harus Dampingi Anak

"Semua acara berguru siswa, baik yang berada di sekolah, masyarakat, maupun keluarga harus dimanajemeni oleh sekolah. Makara sekolah dihentikan lagi tidak bertanggung jawab atas semua kegiatan siswa," tegasnya.

Dia menambahkan, salah satu kiprah sekolah yakni mengarahkan belum dewasa dalam penerapan PPK di luar sekolah sebagai kepingan dari kegiatan berguru mengajar. Sekolah juga diminta mengedukasi lingkungan sekolahnya, dan melihat potensi apa saja di lingkungan sekolah yang bisa menjadi sumber berguru siswa.

Perpres Ppk Terbit, Begini Nasib Sekolah Lima Hari

4:38:00 PM
Jam sekolah bersifat opsional yakni sanggup lima hari atau enam hari sekolah Perpres PPK Terbit, Begini Nasib Sekolah Lima Hari
Jam sekolah bersifat opsional yakni sanggup lima hari atau enam hari sekolah.
Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 87 tahun 2017 perihal Penguatan Pendidikan Karakter (PPK), yang isinya bahwa sekolah lima hari hanya bersifat opsi.

Ini disampaikan Menteri Pedidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy usai mendampingi Presiden Joko Widodo mengumumkan penerbitan Perpres PPK di Istana Merdeka Jakarta (6/9).

"(Sekolah lima hari) optional. Kaprikornus ada lima hari, ada enam hari," kata Mendikbud yang kutip dari JPNN (07/09/17).

Dalam perpres ini, tiap sekolah dipersilakan memilih apakah sekolah dilakukan selama lima hari atau enam hari dalam sepekan. Jika tetapkan sekolah 5 hari, ada kriteria harus mempertimbangkan beberapa aspek.

Diantara yang menjadi pertimbangan yakni kecukupan pendidik dan tenaga kependidikan, ketersediaan sarana dan prasarana, kearifan lokal, dan pendapat tokoh masyarakat dan/atau tokoh agama di luar Komite Sekolah.

Cakupan Perpres tersebut tidak hanya mengatur pendidikan abjad di wilayah Kemendikbud. Menurut Mantan rektor Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) itu, juga mengatur PPK di Kementerian Agama dan akademi tinggi.

Perpres Nomor 87 tahun 2017 itu akan menjadi payung aturan untuk pengalokasian anggaran pendidikan karakter. Sebagai tindaklanjutnya, Mendikbud akan menerbitkan peraturan menteri guna mengatur secara teknis isi Perpres tersebut.

"Pasti nanti ada Permen dan ini kira-kira dalam ahad ini kami siapkan peraturan menteri yang menjadi turunan dari Perpres. Termasuk kandungan Permendikbud 23 yang tidak sesuai dengan Perpres kan harus tidak diberlakukan," terang Mendikbud.

Tumbuhkan Kebijaksanaan Pekerti Guru Harus Dampingi Anak

8:41:00 AM
Tumbuhkan Budi Pekerti Guru Harus Dampingi Anak Tumbuhkan Budi Pekerti Guru Harus Dampingi Anak
Guru harus menjadi teladan.
Guru mempunyai kiprah penting dalam gerakan penguatan pendidikan abjad (PPK). Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy menyampaikan salah satu faktor prasyarat pendidikan abjad yaitu guru. Untuk menumbuhkan kecerdikan pekerti dan abjad yang baik, seorang guru haruslah hadir mendampingi anak didiknya.

“Salah satu problemnya yaitu beban kerja 24 jam mengajar tatap muka di kelas. Dan itu sudah kami perbaiki dengan peraturan pemerintah nomor 19 tahun 2017,” kata Mendikbud Muhadjir yang kutip dari JPNN (07/08/17).

Ke depan, guru tidak perlu mencari pelengkap jam mengajar untuk memenuhi kekurang jam mengajar di kelas. Guru sanggup ikut merencanakan, membimbing siswanya, dan melaksanakan penilaian serta tugas-tugas pelengkap yang bisa dikompensasi menjadi beban kerja guru.

Mendikbud juga kembali mengingatkan, delapan jam di sekolah yaitu untuk guru, bukan siswa. Ia berharap besar pada para guru semoga mengamalkan pedoman Ki Hajar Dewantara. Guru harus menjadi teladan, menawarkan ide, prakarsa, memotivasi serta bisa menawarkan instruksi kepada anak.

“Kami ini berada di hulu, yang mana produk kami akan hingga ke hilir. Kalau di hulunya tidak bersih, jangan harap yang di hilir juga baik,” pungkasnya.

Sekolah Diimbau Tak Lagi Berikan Pr Kepada Siswa

10:15:00 PM
Sekolah Diimbau Tak Lagi Berikan PR Kepada Siswa Sekolah Diimbau Tak Lagi Berikan PR Kepada Siswa
Tujuannya semoga tidak menambah beban siswa.
Sekolah yang telah menerapkan sistem pembelajaran lima hari sepekan diimbau untuk tidak lagi menunjukkan pekerjaan rumah (PR) bagi para siswa termasuk ketika final pekan. Hal ini disampaikan oleh Kepala Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta Edy Heri Suasana.

"Sudah ada akad untuk tidak menunjukkan pekerjaan rumah (PR) kepada siswa yang sekolahnya sudah menerapkan lima hari sekolah. Tujuannya semoga tidak menambah beban siswa," kata Edy yang kutip dari Okezone (03/08/17).

Pemberian pekerjaan rumah pada siswa akan menciptakan waktu siswa untuk berinteraksi dengan keluarga dan lingkungan sosial mereka tidak optimal. Seluruh pekerjaan atau kiprah sudah harus dapat diselesaikan di sekolah.

"Saat siswa kembali ke rumah, maka mereka dapat berinteraksi secara maksimal dengan keluarga dan lingkungan mereka," kata Edy.

Menurutnya, keluarga juga mempunyai kiprah yang penting dalam menunjukkan pendampingan pendidikan dan membangun huruf anak ketika di rumah. Untuk itu, pihaknya meminta sekolah tak lagi menunjukkan PR pada siswa.

Di Yogyakarta sendiri, kata Edy, di tahun pedoman gres 2017/2018 ini hampir semua sekolah yang telah menjalankan sistem pembelajaran Full Day School atau sistem mencar ilmu lima hari selama delapan jam.

Edy menjelaskan, hanya segelintir sekolah negeri saja yang belum menerapkan sistem mencar ilmu Full Day School ini dan masih memakai sistem enam hari seminggu di sekolah.