Showing posts sorted by relevance for query meningkatkan-keterampilan-membaca. Sort by date Show all posts
Showing posts sorted by relevance for query meningkatkan-keterampilan-membaca. Sort by date Show all posts

Big Book “Di Dalam Hutan” Media Penyesuaian Literasi

6:24:00 PM
 Pembiasaan pada kegiatan literasi yaitu bab tahapan  Big Book “Di Dalam Hutan” Media Pembiasaan Literasi
Big book “ di dalam hutan” yaitu media adaptasi membaca.
Pembiasaan pada kegiatan literasi yaitu bab tahapan Gerakan Literasi Sekolah (GLS) yang bertujuan untuk menumbuhkan minat baca akseptor didik terhadap buku (bacaan) dan kegiatan membaca sesuai dengan Permendikbud No 23 tahun 2015. Kegiatan adaptasi bisa dikelompokkan menjadi 2 bab yaitu kegiatan adaptasi jenjang SD kelas bawah dan jenjang SD kelas atas.

Big book atau buku besar yaitu media pembelajaran membaca dengan pendekatan membaca bersama (shared reading) yang mempunyai ukuran, goresan pena dan gambar yang besar dengan tujuan bisa dilihat oleh akseptor didik dengan jelas, dibentuk dengan menyesuaikan kebutuhan siswa baik kebutuhan SD jenjang kelas atas ataupun kelas bawah dan terdapat prinsip pengulangan bacaan dengan tujuan untuk mengenalkan rangkain huruf, kata, serta menghubungkan dengan suara alasannya yaitu disajikan dalam bentuk verbal (Wardhani, 2015).

Fakta di lapangan akseptor didik kelas 1 SD Muhammadiyah 9 mempunyai kecenderungan kemampuan motorik yang sangat tinggi dengan dibarengi tingginya kemampuan linguistik akseptor didik sehingga kecenderungan suasa kelas sangat ramai. Karakteristik akseptor didik tersebut kuat pada kemampuan fokus dalam membaca apalagi membaca yang butuh waktu usang dan teks bacaan yang panjang.

Fakta dilapangan berikutnya, kemampuan membaca pada akseptor didik kelas 1 SD Muhammadiyah 9 sangat bermacam-macam mulai dari yang sudah lancar membaca, perlu pendampingan dalam membaca hingga akseptor didik yang belum bisa merangkai abjad atau kata secara mandiri. Hal tersebut juga dipengaruhi oleh aktivitas Full Day School (FDS) yang masih di selenggarakan di SD Muhammadiyah 9, alasannya yaitu menurut gosip guru kelas 1 dengan aktivitas Full Day School (FDS) waktu training membaca personal bagi akseptor didik yang belum bisa membaca kurang, alasannya yaitu pendampingan hanya bisa dilakukan di sela-sela pembelajaran, waktu suplemen pulang sekolah sudah tidak memungkingkan baik fisik maupun kemampuan mendapatkan suplemen pendampingan baik dari sisi akseptor didik maupun tenaga guru.

Berdasarkan fakta di lapangan masih perlunya media untuk melatih adaptasi membaca pada akseptor didik kelas 1 atau pemula sehingga akseptor didik kelas 1 bisa menyimak cerita, meprediksi gambar, membaca nyaring dan senyap dengan memakai teks sederhana dengan baik. Big book “ di dalam hutan “ salah satu media adaptasi membaca sempurna alasannya yaitu Big book atau buku besar dengan judul di dalam hutan berisi gambar dengan teks sederhana, memuat prinsip pengulangan bacaan dengan pemdekatan membaca bersama (shared reading).

Analisis Masalah

Pembiasaan membaca selama 15 menit setiap hari sebelum proses pembelajaran untuk membaca buku selain buku mata pelajaran dan mendorong akseptor didik gemar membaca merupakan kegiatan wajib pengembangan potensi diri yang merupakan bentuk kegiatan gerakan Penumbuhan Budi Pekerti (PBP) di Sekolah sebagai upaya penghargaan terhadap keunikan potensi akseptor didik untuk dikembangkan (Permendikbud No 23 tahun 2015).

Tahapan pelaksanaan Gerakan Literasi Sekolah (GLS) terdiri dari 3 tahapan yaitu adaptasi untuk penumbuhan minat baca, tahapan pengembangan melalui kegiatan menanggapi buku pengayaan, dan tahapan pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan literasi di semua mata pelajaran. Kegiatan adaptasi jenjang SD kelas bawah terdiri dari menyimak cerita, meprediksi gambar, membaca nyaring dan senyap dengan memakai buku dongeng bergambar tanpa teks ataupun buku dongeng bergambar dengan teks sederhana. Konten bacaan yang sesuai dengan jenjang SD kelas bawah adalah: buku bacaan berukuran besar (big book), buku mengadung pesan moral, buku bergenre fantasi dengan tokoh binatang (fabel), gosip sederhana, dongeng mengandung nilai optimis, inspiratif, dan mengembangakan imajinatif (Faizah, 2016).

Big book “ di dalam hutan” yaitu media adaptasi membaca yang dibentuk untuk media pembelajaran jenjang SD kelas bawah yang bertujuan untuk:

1.Membuat akseptor didik bahagia terhadap buku yaitu buku bacaan jenis big book “di dalam hutan” dan bahagia membaca, tertihat dari ketertarikan akseptor didik terhadap buku.

2.Merangsang imajinasi akseptor didik ihwal hutan dari gambar latar hutan yang terdiri dari tumbuhan yang besarnya beragam, terdapat aliran sungai, padang rumput dengan impian yang bisa mendiskripsikan kondisi hutan bahu-membahu pada akseptor didik.

3.Mengenalkan keragaman jenis binatang yang terdapat dihutan sekaligus sumber kosakata nama-nama binatang mulai dari binatang yang bertubuh kecil hingga besar, dan dari binatang jenis pemakan rumput hingga pemakan binatang lain,

4.Menganalkan ihwal kalimat perintah secara tidak pribadi yaitu melalui penyajian dalam bentuk verbal dan suara dari intonasi guru dalam memberi pola membaca. Sekaligus mengenalkan ciri kata perintah yang diakhiri tanda seru, dikenalkan secara tidak pribadi alasannya yaitu melalui prinsip pengulangan dan penulisan yang bisa dilihat oleh akseptor didik secara langsung.

5.Melatih analisis sekaligus ketelitian akseptor didik melalui sajian gambar yang letaknya berpindah-pindah sehingga akseptor didik bisa membedakan posisi hewan. Selain itu di simpulan rangkaian teks sederhana pada gambar muncul raja hutan yaitu singa yang merupakan binatang pemakan daging, dan bertepatan hilangnya kelinci dari hutan. Gambar dan teks sederhana akan merangsang munculnya analisa siswa ihwal bencana tersebut Kemampuan analisa ini yaitu salah satu indikator high-order thinking skill (HOTS) (Anderson, 2015).

Hasil observasi lapangan ihwal big book “Di dalam hutan” sebagai media adaptasi literasi. Penggunaan big book “Di dalam hutan” pada kelas 1 Ibnu Kaldun terlihat berjalan dengan baik, awal guru memperlihatkan big book dan memberi gosip kalau akan berguru membaca bersama, semua akseptor didik pribadi menempati dingklik masing-masing. Guru membaca judul “Di dalam hutan,” yang ditirukan oleh semua akseptor didik dengan baik. “Apa benar di dalam hutan?” secara responsif beberapa akseptor didik menjawab, ”Benar, kan ada banyak pohonnya.”

Guru melanjutkan membaca dengan sangat baik intonasi tanda baca koma, intonasi kata perintah sangat di perhatikan serta guru membaca dengan artikulasi kata sangat terang sehingga akseptor didik menirukan dengan tepat. Pada kelas Ibnu Kaldun umpan balik bisa di respon oleh beberapa akseptor didik yaitu berupa menyebutkan jenis binatang yang terdapat di hutan.

Pada simpulan observasi akseptor didik ada yang bertanya, “Kenapa kelinci suruh pergi dari hutan?” Teman yang lain merespon, “Karena ada elang atau hutan bukan tempatnya kelinci.” Hasil analisis akseptor didik sangat baik. (Obs 1 Ibnu Kaldun).

Hasil observasi berikutnya di kelas 1 Ibnu Sina. Guru menginformasikan bahwa kegiatan berguru akan diawali dengan membaca nyaring bersama-sama. Guru menginformasikan akad membaca dan mulai memperlihatkan media big book “Di dalam hutan,” semua akseptor didik merespon dengan kompak meminta buku dikelilingkan. Hal tersebut merupakan bukti ketertarikan akseptor didik dengan buku. Pada kelas Ibnu Sina ketertarikan lebih tinggi dengan buku, ketika guru membacakan setiap lembaran teks bacaan akseptor didik banyak yang mendekat pada media dan banyak yang merespon dengan memperlihatkan pertanyaan. “ Ustazah sehabis ini binatang apalagi yang ada di hutan?” ungkapan rasa ingin tahu akseptor didik terhadap media. Dengan kondisi menyerupai itu guru secara cepat melaksanakan pengembangan materi,” Ayo siapa yang tahu binatang apalagi ya yang ada di hutan?”. Peserta didik pun merespon dengan cepat, meskipun binatang yang disebutkan akseptor didik tidak sesuai teks dan gambar, hal tersebut merupakan bukti kemampuan pengembangan bahan dari sisi akseptor didik.

Pertanyaan serupa di kelas 1 Ibnu Sina, “Kenapa kelinci suruh pergi dari hutan?” Jawaban dari temannya, “ Karena ada singa jadi semua takut terus lari”. Teman lain menjawab, “ Singa yaitu binatang buas, jadi bisa makan binatang lain.”( Obs 2 Ibnu Sina).

Data observasi di atas sanggup diihtisarkan bahwa big book “Di dalam hutan,” merupakan media adaptasi literasi yang sempurna alasannya yaitu bisa menumbuhkan minat akseptor didik terhadap bacaan dan kegiatan membaca. Selaian itu big book “Di dalam hutan,” bisa memfasilitasi kegiatan membaca pada tahap adaptasi alasannya yaitu terdapat proses menyimak baik pada gambar, teks bacaan ataupun menyimak pertanyaan dan menyimak respon sahabat sejawat. Peserta didik mengalami perkembangan dalam kemampuan memprediksi baik melalui gambar ataupun umpan balik guru. Proses pengembangan imajinasi akseptor didik juga terfasilitasi dalam big book “Di dalam hutan,” buktinya akseptor didik bisa mengimajinasikan kelinci ada di mana ketika keberadaannya tidak ada di hutan.
Pembiasaan literasi melalui big book “Di dalam hutan,” terbukti bisa menerapkan pendekatan membaca bersama (shared reading) terbukti satu media bisa memfasilitasi klasikal secara bersama dengan memperkaya jumlah kosakata akseptor didik ihwal jenis binatang yang hidup di hutan. Big book “Di dalam hutan,” juga menerapkan prinsip pengulangan bacaan dengan tujuan untuk mengenalkan rangkain abjad dan kata, sehingga kadang juga menjadikan kebosanan bagi siswa yang sudah cerdik membaca dengan respon refleknya, “Kenapa kok gituu terus? Kelinci, pergilah dari hutan, gitu lagi.” Big book “Di dalam hutan,” bisa menghubungkan dengan suara alasannya yaitu disajikan dalam bentuk verbal faktor ini dipengaruhi oleh kemampuan guru dalam menyajikan proses membaca nyaring pada akseptor didik, alasannya yaitu membaca nyaring memerlukan intonasi, artikulasi, pengutamaan kata yang baik sehingga mendukung bacaan lebih terang dan gampang dimengerti (Wardhani, 2015).

Kesimpulan

Kesimpulan dari kegiatan penggunaan media big book “Di dalam hutan,”terbukti bisa sebagai media adaptasi literasi di kelas 1 SD Muahammadiyah 9 Malang dengan bukti data sebagai berikut:

1.Big book “Di dalam hutan,”mampu menumbuhkan minat akseptor didik terhadap bacaan dan kegiatan membaca akseptor didik.
2.Big book “Di dalam hutan,” bisa sebagai media yang menerapkan semua prinsip tahap adaptasi kegiatan literasi.
3.Big book “Di dalam hutan,” memenuhi syarat menjadi konten bacaan yang sesuai dengan akseptor didik jenjang SD kelas rendah.

Daftar Pustaka

Anderson, L.,David, K. 2015. Kerangka Landasan Untuk Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Faizah, U,D. 2016. Panduan Gerakan Literasi Sekolah di Sekolah Dasar. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan dasar dan MenengahKementrian Pendidikan dan Kebudayaan.
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 23 Tahun2015 ihwal Penumbuhan Budi Pekerti.
Wardhani, L. 2015. Meningkatkan Keterampilan Membaca Permulaan Melalui Media Big Book. Online. Tersedia di https://filippaarjag.blogspot.com//search?q=meningkatkan-keterampilan-membaca. (11-10-2017)

*) Ditulis oleh Louis Ifka Arishinta, M.Pd. Guru SD Muhammadiyah 9 Malang

Soal Dan Kunci Balasan Modul Pkb Guru Sd Kk A Dan Kk B

4:17:00 PM
Download soal latihan dan kunci tanggapan Modul Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) kelompok kompetensi (KK) A dan B.
Pengembangan profesionalitas guru melalui Program Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) merupakan upaya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dalam upaya peningkatan kompetensi guru. Sejalan dengan hal tersebut, pemetaan kompetensi guru telah dilakukan melalui Uji Kompetensi Guru (UKG) untuk kompetensi pedagogik dan profesional.

Peta profil hasil UKG memperlihatkan kekuatan dan kelemahan kompetensi guru dalam penguasaan pengetahuan pedagogik dan profesional. Peta kompetensi guru tersebut dikelompokkan menjadi 10 (sepuluh) kelompok kompetensi. Tindak lanjut pelaksanaan UKG diwujudkan dalam bentuk Program Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) bagi Guru.

Adapun perangkat pembelajaran yang dikembangkan yaitu modul Program Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) bagi Guru untuk semua mata pelajaran dan kelompok kompetensi. Dengan modul ini diperlukan kegiatan Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) memperlihatkan proteksi yang sangat besar dalam peningkatan kualitas kompetensi guru.

Modul Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) bagi Guru jenjang Sekolah Dasar telah terintegrasi Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) dan Penilaian Berbasis Kelas, serta berisi materi pedagogik dan profesional yang akan dipelajari oleh penerima selama mengikuti Program Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB).

Modul Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) bagi Guru jenjang Sekolah Dasar kelompok kompetensi (KK) A untuk materi pedagogiknya yaitu Karakteristik dan Pengembangan Potensi Peserta Didik, dan untuk profesionalnya yaitu Penguasaan dan Ketrampilan Berbahasa Indonesia.

Sedangkan Modul Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) bagi Guru jenjang Sekolah Dasar kelompok kompetensi (KK) B untuk materi pedagogiknya yaitu TEORI BELAJAR DAN PRINSIP PEMBELAJARAN, dan untuk materi profesionalnya yaitu GENRE DAN APRESIASI SASTRA.

Contoh soal latihan Modul Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) bagi Guru jenjang Sekolah Dasar kelompok kompetensi (KK) A dan B yaitu sebagai berikut:

23. Penalaran adab didasarkan pada hukuman. Anak-anak taat alasannya yaitu menghindari hukuman, menaruh
hormat alasannya yaitu melihat sifat yang memberi aturan yang bersangkutan. Merupakan perkembangan adab pada tahap....
A. Orientasi ganjaran
B. Orientasi eksekusi dan ketaatan
C. Orientasi otoritas
D. Orientasi kontrak social

24. Kemampuan untuk memberi makna ibadah terhadap setiap sikap dan kegiatan disebut,,,,
A. kecerdasan majemuk
B. kecerdasan intelegensi
C. kecerdasan spiritual
D. kecerdasan natural

28. Pada umur empat bulan Difa sudah mengucapkan kata ma ma ma dan da, da,da. Tahap pemerolehan bahasa yang terjadi pada Difa adalah...
A. Cooing
B. Babling
C. Holofrastis
D. Telegrafik

36. Kami melakukan diskusi di dalam kelas. Kalimat yang mempunyai teladan yang sama dengan kalimat tersebut adalah:
A. Ibu guru mengajar di kelas
B. Para siswa membaca buku di perpustakaan
C. Adik sedang berenang di Ancol
D. Ayah membaca di teras rumah

48. Pendekatan pengolahan KBM yang berfokus pada pelibatan secara aktif dan kreatif dalam proses pemerolehan hasil berguru yaitu pendekatan....
A. keterampilan proses
B. konstruktivisme
C. inqury
D. Whole Language

Selengkapnya 100 soal latihan dan kunci tanggapan Modul Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) bagi Guru jenjang Sekolah Dasar kelompok kompetensi (KK) A dan B sanggup didownload melalui tautan berikut:


Modul Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) jenjang Sekolah Dasar ini diperlukan sanggup menjadi materi bacaan wajib bagi para guru untuk sanggup meningkatkan pemahaman perihal kompetensi pedagogik dan profesional terkait dengan kiprah pokok dan fungsinya sehingga bisa meningkatkan prestasi pendidikan anak didik.

Penelitian Relasi Antara Sertifikasi Guru Dan Kinerja Guru

9:31:00 PM
Penelitian Hubungan Antara Sertifikasi Guru dan Kinerja Guru Penelitian Hubungan Antara Sertifikasi Guru dan Kinerja Guru

HUBUNGAN ANTARA SERTIFIKASI GURU DAN KINERJA GURU PADA KKG MEKAR BERSERI DI KECAMATAN LANGKE REMBONG KABUPATEN MANGGARAI

A. Pengertian Sertifikasi Guru

Undang-Undang Republik Indonesia No.14 Tahun 2005 wacana Guru dan Dosen memperlihatkan pemahaman wacana sertifikasi sebagai berikut (Muslich, 2007:2)

1. Pasal 1 butir II: sertifikasi yaitu proses tunjangan sertifikasi pendidik kepada Guru dan Dosen.
2. Pasal 8: Guru wajib mempunyai kualifikasi akademik, kompetensi sertifikasi pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta mempunyai kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
3. Pasal 11 butir I: Sertifikasi pendidikan sebagai mana dalam pasal 8 diberikan kepada guru yang telah memenuhi persyaratan.
4. Pasal 16: Guru mempunyai sertifikasi pendidik memperoleh tunjangan profesi sebesar satu kali gaji, guru negri maupun swasta dibayar pemerintah.

Adapun sertifikasi pendidik yaitu bukti formal sebagai legalisasi yang diberikan kepada guru dan dosen sebagai tenaga profesional (Hanafiah dan Suhana, 2009:14). Menurut Surakhmad dalam bukunya Payong bahwa sertifikasi merupakan sebuah gagasan yang baik ditinjau dari birokrasi. Selain pemahaman sertifikasi di atas, National Co mmission on Educational Survices tahun 2000 memperlihatkan pengertian sertifikasi secara lebih umum bahwa sertifikasi merupakan mekanisme untuk memilih apakah seorang calon guru layak diberikan izin dan kewenangan untuk mengajar. Hal ini diharapkan sebab lulusan forum pendidikan tenaga keguruan sangat bervariasi, baik dikalangan perguruan tinggi negeri maupun swastamerupakan sebuah gagasan yang baik ditinjau dari sudut birokrasi. Hal ini sebab sertifikasi sedikitnya terkait dengan sistem manajemen kinerja, yang diterapkan dalam birokrasi. Sertifikasi guru merupakan cara untuk memonitor kinerja guru dengan pendekatan-pendekatan birokrasi (Payong, 2011:69).

Dari pengertian sertifikasi guru di atas penulis menyimpulkan bahwa sertifikasi guru merupakan sebuah proses mendidik, membina dan memperlihatkan latihan kepada guru dalam rangka mendapat akta pendidik. Selanjutnya, guru yang sudah mendapat sertifikat, akan disebut sebagai guru yang professional yang mendapat tunjangan profesi.

B. Faktor-Faktor Pendorong Sertifikasi Guru

Upaya peningkatan profesionalisme guru di Indonesia melalui sertifikasi guru bekerjsama bertolak dari beberapa kondisi dalam dunia pendidikan. Kondisi tersebut sanggup dilihat dari beberapa aspek berikut (Suyatno, 2007:4-8).

a. Mutu guru

Mutu guru di Indonesia sanggup dilihat dari kualifikasi dan juga kompetensi yang dimiliki. Data terakhir memperlihatkan bahwa kualifikasi guru di Indonesia sebagian besar masih berada dibawah kualifikasi S1/D-IV sesuai tuntutan Undang-undang Guru dan Dosen (No.14/2005).

Rendahnya kemampuan siswa sanggup diduga juga berasal dari rendahnya mutu proses pembelajaran yang diselenggarakan disekolah dimana guru sebagai kunci keberhasilan. Karna itu, selain faktor-faktor siswa dan faktor lainnya guru patut diduga memperlihatkan andil bagi rendahnya prestesi siswa. Jadi, guru mempunyai kiprah yang sangat strategis dalam bidang pendidikan, bahkan sumber daya pendidikan lain yang memadai sering kali kurang berarti apabila tidak disertai dengan kualitas guru yang memadai. Sebaliknya apabila guru yang berkualitas kurang ditunjangi oleh sumber daya pendukung lain yang memadai, juga sanggup menjadikan kurang optimal kinerjanya. Dengan kata lain, guru merupakan ujung tombak dalam upaya meningkatkan kualitas layanan dan hasil pendidikan (Muslich, 2007:6)

b. Prestasi Siswa

Prestasi siswa di Indonesia baik secara nasional yang diukur melalui ujian selesai nasional maupun survei-survei skala besarditingkat internasional memperlihatkan hasil yang kurang menggembirakan. Rata-rata nilai UN di Indonesia dilihat dari standar pencapaian ketuntasan belumlah memuaskan. Dengan standar kelulusan 5 saja, masih banyak siswa yang tidak lulus (Payong, 2012:19).

Sementara itu, survey lain melalui acara for international student Assesmenttahun 2006 memperlihatkan bahwa, kinerja siswa Indonesia dalam bidang sains, membaca, dan matematika yaitu sebagai berikut : untuk sains siswa Indonesia berada pada peringkat ke-52 dari 57 negara yang disurvei. Sedangkan untuk membaca, peringkat siswa Indonesia berada pada urutan ke-48 dari 56 negara yang disurvei. Sementara matematika siswa Indonesia berada pada peringkat ke-51 dari 57 negara yang disurvei.

c. Kesejahteraan Guru

Masalah yang terjadi ketika ini, sebagian guru mengakui ada yang mencari pekerjaan diluar kiprah mengajar, menyerupai menjadi guru privat, menjadi tukang ojek,yang lebih seru lagi harus menjadi langganan mengambil kredit di Bank untuk keperluan perbaikan rumah, anak sekolah, kredit sepeda motor dan lain-lain.

Melihat nasib dan kesejahteraan guru yang memperhatinkan itulah, pemerintah Indonesia ingin memperlihatkan reward berupa tunjangan tunjangan profesional yang berlipat dari honor yang diterima. Harapan kedepan yaitu tidak ada lagi guru yang bekerja mencari pekerjaan di luar Dinas sebab kesejahteraanya sudah terpenuhi. Akan tetapi, syaratnya tentu saja guru harus lulus ujian sertifikasi, baik guru yang mengajar di sekolah TK, SD, Sekolah Menengah Pertama maupun Sekolah Menengan Atas (Muslich, 2007:4-5).

d. Manajemen guru pada kurun otonomi Daerah

Sejak diterbitnya Undang-undang wacana otonomi Daerah pada tahun 2000, pengelolaan pendidikan di Indonesia mengalami perubahan yang sangat dramatis. Dari segi kewenangan pengelolaan terdapat suatu perkembangan maju dimana sumber kebijakan tidak lagi terletak di sentra tetapi di daerah. Bahkan berdasarkan Undang-undang Sistim Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003, bahwa tanggung jawab, kewenangan, dan sumber daya untuk pelayanan pendidikan sudah ditransfer dari tingkat sentra kepada kawasan bahkan ke tingkat sekolah.

Menurut Undang-undang otonomi daerah, pemerintah kawasan bertanggung jawab untuk merekrut atau mengangkat guru-guru disekolah-sekolah negeri kecuali sekolah-sekolah madrasah dan guru-guru agama. Ini meliputi semua guru PNS baik yang bekerja di sekolah negeri maupun disekolah swasta yang sebelumnya diangkat oleh Pemerintah Pusat. Masalah yang muncul dalam manajemen guru ini yaitu pengangkatan guru yang tidak mempertimbangkan kualifikasi, kompetensi dan kebutuhan rill sekolah. Pada kurun pasca Undang-undang Guru dan Dosen (setelah tahun 2005) masih banyak pemerintah kawasan yang merekrut guru dengan kualifikasi dibawah SI/D 4 dan juga contoh perekrutan kurang mempertimbangkan kebutuhan rill di sekolah.

e. Beban Keja Guru

Akibat dari perekrutan guru yang tidak mempertimbangkan rasio kebutuhan kongkret sekolah-sekolah maka beban kerja guru juga bervariasi. Secara umum, beban kerja guru di kawasan perkotaan relativ lebih ringan sebab terdapat kelimpahan Guru. Sebaliknya, beban kerja guru di pedesaan atau di kawasan terpencil justru cukup tinggi akhir kekurangan guru. Survei yang dibentuk oleh Bank Dunia pada tahun 2005 memperlihatkan bahwa untuk guru SD, beban kerja guru di kawasan perkotaan rata-rata 24,9 jam perminggu sedangkan di pedesaan dan kawasan terpencil rata-rata 27 jam perminggu (Payong, 2012:21).

Dari uraian faktor–faktor pendorong sertifikasi di atas sanggup disimpulkan bahwa sertifikasi guru dipengaruhi oleh mutu guru, kesejahteraan guru, prestasi siswa, manajemen guru pada otonomi kawasan dan beban kerja guru. kualitas guru yang rendah, prestasi siswa yang rendah serta beban kerja guru yang terlalu banyak. Sehingga, dengan adanya acara sertifikasi sangat membantu dalam meningkatkan kualitas pendidikan yang bermutu.

C. Kinerja Guru

Kinerja merupakan terjemahan dari kata performance. Secara etimologi performance berasal dari kata to perform yang berarti menampilkan atau melaksanakan, sedangkan kata “performance” berarti the act of performing, execution. Dari pengertian tersebut sanggup disimpulkan bahwa kinerja atau performance berarti tindakan menampilkan atau melaksanakan suatu kegiatan (Suharsaputra, 2010:144-145).

Berikut ini, akan dikemukakan beberapa definisi kinerja untuk lebih memperlihatkan pemahaman akan maknannya.

a. A. Anwar Prabu Mangkunegara (200:67) menyatakan bahwa kinerja (prestasi kerja) yaitu hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tangung jawab yang diberikan kepadanya.

b. Bernadin dan Johnson (Akdon, 2006:166) mendefinisikan kinerja sebagai outcome hasil kerja organisasi dalam mewujudkan tujuan strategik yang ditetapkan organisasi, kepuasan pelanggan serta kontribusinya terhadap perkembangan.

c. Kirkpatrick dan Nixon (Sagala dan Purba, 2007:179) mengartikan kinerja sebagai ukuran kesuksesan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

d. Westra at.al (Suharsaputra, 2010:145) menjelaskan bahwa performance yaitu sebuah hasil pekerjaan, atau pelaksanaan kiprah pekerjaan.

e. Fatah (1999:19) menjelaskan bahwa prestasi kerja atau penampilan kerja (performance) diartikan sebagai ungkapan kemampuan yang didasari oleh pengetahuan, sikap, dan keterampilan dan motivasi dalam menghasilkan sesuatu.

Dari beberapa pengertian wacana kinerja di atas, penulis sanggup menarik kesimpulan bahwa kinerja guru merupakan suatu kemampuan kerja atau prestasi kerja yang diperlihatkan oleh seorang pegawai (guru) untuk memperoleh hasil kerja yang optimal.

1. Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Guru

Pentingnya pengembangan sistem pendidikan yang berkualitas perlu lebih ditekakan, sebab banyak sekali indikator memperlihatkan bahwa pendidikan yang ada belum bisa menghasilkan sumber daya yang sesuai dengan perkembangan masyarakat yang ada serta kebutuhan pembangunan, dalam hal ini peningkatan kualitas pendidikan sanggup dioptimalisasikan melalui kinerja guru. Kinerja guru akan menjadi optimal, kalau diintegrasikan dengan komponen sekolah baik kepala sekolah, kemudahan kerja, guru, staf manajemen maupun anak didik.

Gibson et. al (dalam Suharsaputra, 2010:147–148) memperlihatkan citra lebih rinci dan komperhensif wacana faktor-faktor yang mensugesti terhadap kinerja, yaitu:

a. Variabel individu, meliputi: kemampuan, keterampilan, mental, fisik, latar belakang, keluarga, tingkat sosial, pengalaman demografi (umur, asal usul, jenis kelamin)
b. Variabel organisasi, meliputi sumber daya, kepemimpinan, imbalan, struktur desain
c. Variabel psikologis, meliputi persepsi, sikap, kepribadian, berguru dan motivasi.

Pendapat di atas menggambarkan wacana hal-hal yang sanggup membentuk atau mensugesti kinerja seseorang, faktor individu dengan karakteristik psikologis yang khas, serta faktor organisasi berinteraksi dalam suatu proses yang sanggup mewujudkan suatu kualitas kinerja yang dilakukan oleh seorang dalam melaksanakan kiprah dan tugasnya dalam organisasi.

Sementara itu Burhanuddin (2011:172) ada beberapa faktor yang sanggup mensugesti kinerja guru selaku individu, yakni:

a. Kemampuan
Penguasaan terhadap kompetensi kerja mutlak diharapkan guru dalam mencapai sasaran kerja. Kemampuan guru dalam hal ini bisa menguasai empat kompetensi dasar sebagaimana dipersyaratkan undang-undang.

b. Motivasi
Motivasi yaitu tunjangan suatu insentif yang bisa menarik impian seseorang untuk melaksanakan sesuatu. Motivasi tidak terlepas dari kebutuhan dan dorongan yang ada dalam diri seseorang yang menjadi pencetus energi dan dampak segenap tindak manusia.

c. Dukungan yang diterima, merupakan menifestasi kebutuhan sosial terhadap kiprah dan tanggung jawab yang telah dilaksanakan.

d. Keberadaan pekerjaan yang mereka lakukan.
Pada dasarnya pekerjaan guru yang dilakukan harus sanggup diakui sehingga, memperlihatkan dampak positif dan menjadi motivasi bagi guru. Sebaik apapun kiprah yang dilaksanakan,jika tidak memperoleh legalisasi maka tidak sanggup memperlihatkan manfaat baik bagi individu pelaksana kiprah maupun orang lain, terutama dalam satuan organisasi kerja.

e. Hubungan mereka dengan organisasi.
Hubungan antara guru dengan organisasi harus berjalan secara kondusif. Hubungan yang aman sanggup diciptakan apabila masing-masing anggota arganisasi mengetahui batas-batas tugas, tanggung jawab dan wewenang dalam menjalankan tugas.

Berdasarkan pengertian di atas, penulis menarik kesimpulan bahwa kinerja merupakan kualitas dan kuantitas dari suatu hasil kerja (output) individu maupun kelompok dalam suatu acara tertentu yang diakibatkan oleh kemampuan alami atau kemampuan yang diperoleh dari proses berguru serta impian untuk berprestasi.

2. Model Kinerja Guru

Terdapat tiga macam model kinerja guru (Barizi & Idris, 2011:151-153), yaitu:

1. Model Rob Norris
Model Rob Norris menyaratkan akumulasi beberapa komponen kompetensi mengajar yang harus dimiliki oleh seorang guru, yaitu:
a. kualitas-kualitas personal dan profesional
b. persiapan mengajar
c. perumusan tujuan pengajaran
d. penampilan guru dalam mengajar di kelas
e. menampilan siswa dalam belajar
f. evaluasi.

2. Model Oregan
Model oregan mengelompokan kompetensi/kemampuan mengajar kedalam 5 kelompok, yaitu:
a. Perencanaan dan persiapan mengajar
b. Kemampuan guru dalam mengajar dan kemampuan siswa dalam belajar
c. Kemampuan mengumpulkan dan memakai informasi hasil belajar
d. Kemampuan kekerabatan interpersonal yang meliputi kekerabatan dengan siswa, supervisor dan guru sejawat.
e. Kemampuan kekerabatan dengan tanggung jawab profosional.

3. Model Stanford
Model Stanford membagi kemampuan mengajar guru ke dalam lima komponen, tiga dari komponen tersebut sanggup diobservasi dikelas meliputi komponen tujuan, komponen guru mengajar dan komponen evaluasi.

Dari uraian ketiga model kinerja guru di atas sanggup disimpulkan bahwa model kinerja guru bukan hanya di dalam kelas saja tetapi guru juga harus berinteraksi dengan sesama guru dan penerima didik di luar kelas. Kinerja guru di dalam kelas meliputi kegiatan berguru mengajar yang dimulai dari awal pembelajaran sampai selesai pembelajaran, sedangkan kinerja di luar kelas meliputi keaktifan guru dalam bergaul dan berinteraksi dengan guru dan penerima didik.

D. Hubungan Antara Sertifikasi dan Kinerja Guru

Berdasarkan penelitian penulis pada sebuah Gugus/KKG yang Bernama Gugus Mekar berseri di Kecamatan Langke Rembong Kabupaten Manggrai Flores provinsi Nusa Tenggara Timur memperlihatkan pada tahun 2013 dengan sampel penelitian yaitu guru guru sertifikasi yang berjumlah 46 orang.

Penelitian ini merupakan sebuah persayaratan dalam meraih gelar S-1 PGSD di STKIP Ruteng. Hasil Penelitian menandakan bahwa ternyata sertifikasi guru dan kinerja guru mempunyai kekerabatan yang positif tetapi tidak signifikan. Hubungan antara sertifikasi guru dengan kinerja guru menandakan kekerabatan yang positif, meskipun hubunganya lemah atau rendah (0.20 – 0.399). Dalam hal ini, kalau seorang guru suadah disertifikasi maka kInerjanya sedikit meningkat dan hal ini hanya berlaku pada sampel penelitian (tidak digeneralisasikan pada populasi) sebab hasil uji t menandakan thitung < ttabel yaitu 1.200 < 2.056 artinya kekerabatan yang terjadi tidak signifikan. Dengan demikian hasil penelitian menandakan bahwa antara sertifikasi guru dan kinerja guru mempunyai kekerabatan yang positif tetapi tidak signifikan. Adapun sumbangan atau bantuan yang diperoleh dari variabel sertifikasi guru terhadap variabel kinerja guru yaitu 5.24%.

*) Ditulis oleh FLORIANUS JONI, S. Pd. Guru SD Negeri Bambbor, Kecamatan Mbeliling Kabupaten Manggarai barat, Flores Nusa Tenggara Timur