Showing posts with label Perkembangan Anak. Show all posts
Showing posts with label Perkembangan Anak. Show all posts

8 Dari 10 Siswa Menjadi Korban Bullying Di Sekolah

6:04:00 PM
 Siswa Menjadi Korban Bullying di Sekolah 8 dari 10 Siswa Menjadi Korban Bullying di Sekolah
Untuk menghapus bullying di sekolah, tidak hanya ditujukan kepada belum dewasa saja tetapi juga para orang dewasa.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyebutkan delapan dari sepuluh anak pernah menjadi korban bullying atau perundungan di sekolah. Untuk itu pada Hari Anak Nasional (HAN) 2018 ini, KPAI menggalakkan kampanye Stop Bullying.

Menurut Komisioner KPAI Retno Listyarti sepanjang 2018 hingga 30 Mei, ada 161 kasus kekerasan anak di lingkungan pendidikan. Dari jumlah tersebut ada 22,4 persen kasus anak menjadi korban bullying. Kemudian ada 25,5 persen anak menjadi pelaku bullying.

Dalam data Ikhtisar Penghapusan Kekerasan Pada Anak 2016-2020 dijelaskan bahwa 84 persen atau delapan dari sepuluh siswa pernah mengalami perundungan. Kemudian 45 persen siswa pria menyebutkan guru atau petugas sekolah yakni pelaku kekerasan.

Ada kiprah orang remaja dalam munculnya bullying di sekolah. Anak-anak di sekolah banyak yang menirukan sikap kekerasan atau bullying yang dilakukan oleh orang dewasa. Mereka mencontoh dari acara di media sosial, tayangan televisi, dan sejenisnya.

Baca: Jangan Mendisiplinkan Siswa dengan Kekerasan

"Sekarang banyak belum dewasa usia SD sudah aktif di media sosial," kata Retno yang kutip dari JPNN (25/07/2018).

Untuk menghapus bullying di sekolah, tidak hanya ditujukan kepada belum dewasa saja. Tetapi para orang remaja juga harus memperlihatkan teladan dengan tidak lagi mempertontonkan agresi kekerasan kepada anak-anak. Pasalnya 70 persen sikap anak itu yakni hasil mencontoh.

Perkembangan Tabiat Dan Kecerdasan Spiritual Anak

12:26:00 AM
Perkembangan Moral dan Kecerdasan Spiritual Anak Perkembangan Moral dan Kecerdasan Spiritual Anak
Ciptakan iklim berguru yang aman bagi perkembangan watak dan kecerdasan spiritual akseptor didik.
1. Perkembangan Moral
Setiap individu sebagai bab dari masyarakat diharapkan bersikap sesuai dengan cara yang disetujui masyarakat. Belajar berperilaku sesuai dengan yang disetujui masyarakat merupakan proses yang panjang dan usang yang terus berlanjut hingga usia remaja. Interaksi sosial memegang peranan penting dalam perkembangan moral, alasannya yaitu anak mempunyai kesempatan untuk berguru isyarat watak dan mendapat kesempatan untuk berguru bagaimana orang lain memperlihatkan penilaian. Bila penilaiannya positif maka akan memotivasi untuk menyesuaikan dengan standar nilai yang berlaku.

a. Moralitas Merupakan Hasil Belajar

Hati nurani atau skala nilai merupakan hasil dari proses berguru untuk berguru berperilaku sesuai dengan yang disetujui masyarakat. Salah satu kiprah perkembangan yang penting di masa kanak-kanak sebelum masuk sekolah mereka diharapkan sudah bisa membedakan yang baik dan salah dalam suatu situasi yang sederhana, hal itu merupakan dasar bagi perkembangan hati nurani. Sebelum masa kanak-kanak berahir, amat diharapkan anak sanggup menyebarkan skala nilai atau hati nurani untuk membimbing mereka dalam mengambil keputusan moral.

Menurut Hurlock (2013: 75) terdapat empat pokok utama dalam mempelajari sikap watak sebagai berikut ini.
1) Mempelajari apa yang diharapkan kelompok sosial dari anggotanya sebagaimana dicantumkan dalam hukum, kebiasaan, dan peraturan.

2) Mengembangkan hati nurani atau bunyi hati merupakan salah satu kiprah perkembangan yang penting pada final masa kanak-kanak. Suara hati juga dikenal sebagai “cahaya dari dalam” dan polisi internal yang mendorong anak untuk melaksanakan hal yang benar dan menghindari hukuman.

3) Belajar mengalami perasaan bersalah dan rasa aib jikalau perilakunya tidak sesuai dengan impian kelompok. Ausubel (Hurlock, 2013:78) menjelaskan rasa bersalah merupakan salah satu prosedur psikologis yang paling penting dalam proses sosialisasi. Hal itu juga merupakan unsur penting bagi kelangsungan hidup budaya alasannya yaitu hal itu merupakan penjaga yang paling efisien dari individu.

4) Mempunyai kesempatan berinteraksi sosial dengan anggota kelompok sosial. Interaksi sosial memegang peranan penting dalam perkembangan moral.

Pada masa ini anak sudah mempertimbangkan situasi khusus mengenai watak yang baik dan salah. Menurut Piaget (Hurlock, 2003:163) pada masa ini anak mulai menggantikan watak yang kaku menjadi relativisme, misalnya anak umur 5 tahun berbohong itu buruk, anak yang lebih besar berbohong itu dibolehkan dalam situasi tertentu. Anak akan berusaha beradaptasi dengan peraturan kelompok biar diterima oleh kelompoknya. Oleh alasannya yaitu itu sekolah harus memperlihatkan perhatian pada pendidikan watak mengenai konsep benar dan salah serta alasannya mengapa perbuatan itu diperbolehkan atau dilarang, biar akseptor didik memahami konsep benar dan salah secara lebih luas dan lebih abstrak. Penerapan konsep benar dan salah harus diberikan secara konsisten oleh guru dan orang tua.

Kehidupan watak tidak sanggup dipisahkan dari keyakinan beragama, alasannya yaitu nilai-nilai watak bersifat tegas, pasti, tetap, serta tidak berubah alasannya yaitu keadaan, daerah dan waktu. Nilai ini bersumber dari agama (Daradjat: 2010:156)

b. Tingkat dan Tahapan Perkembangan Moral

Kohlberg menekankan bahwa perkembangan watak didasarkan terutama pada budi sehat watak dan berkembang secara sedikit demi sedikit (Santrock, 2010:118-119). Terdapat tiga tingkat perkembangan moral, yang masing-masing ditandai oleh dua tahap. Konsep kunci untuk memahami perkembangan moral, khususnya teori Kohlberg yaitu internalisasi, yaitu perubahan perkembangan dari sikap yang dikendalikan secara eksternal menjadi sikap yang dikendalikan secara internal.

2. Kecerdasan Spiritual

Kecerdasan spiritual yaitu kemampuan untuk memberi makna ibadah terhadap setiap sikap dan kegiatan. Menurut Zohar dan Marshal kecerdasan spiritual merupakan kecerdasan tertinggi yang dimiliki manusia, alasannya yaitu paling berperan dalam kehidupan manusia. Kecerdasan spiritual merupakan aspek yang sangat penting dalam pembentukan kepribadian manusia. dan merupakan landasan yang diharapkan untuk memfungsikan IQ dan EQ secara efektif (Agustian, 2001:57).

Setiap orang pernah mengalami penghayatan keagamaan bahwa di luar dirinya ada kekuatan yang Maha Agung yang melebihi apapun. Penghayatan keagamaan berdasarkan Brightman (Makmun, 2009:108) tidak hanya mengakui atas keberadaan-Nya melainkan juga mengakui-Nya sebagai sumber nilai-nilai luhur yang eksternal (abadi) yang mengatur tata hidup insan dan alam semesta.

a. Tahap Perkembangan Penghayatan Keagamaan Usia Sekolah dan Karakteristiknya

Sejalan dengan perkembangan kesadaran moraliras, perkembangan penghayatan keagamaan, yang erat hubungannya dengan perkembangan intelektual, emosional dan konatif. Para andal menyerupai Daradjat, Starbuch, dan James (Makmun, 2009:108) sependapat secara garis besarnya perkembangan penghayatan keagamaan dibagi dalam tiga tahapan yang secara kualitatif memperlihatkan karakteristik yang berbeda. Tahapan-tahapan itu ialah sebagai berikut, 1) masa kanak-kanak (sampai usia tujuh tahun); 2) masa anak sekolah(7-8 hingga 11-12 tahun); 3) masa pandai balig cukup akal (12-18 tahun) dibagi ke dalam dua sub tahapan, yaitu pandai balig cukup akal awal dan akhir.

Karakteristik penghayatan keagamaan pada masa anak sekolah (7-8 hingga 11-12 tahun), yang ditandai, antara lain sebagi berikut ini.

1) Sikap keagamaan bersifat reseptif (menerima saja apa yang dijelaskan orangtua atau guru kepadanya) tetapi disertai pengertian

2) Pandangan dan paham ke-Tuhan-an diterangkan secara rasional sesuai dengan kemampuan berpikir anak yaitu dengan cara yang lebih bersahabat dengan kehidupan sehari-hari dan lebih nyata yang bersumber pada indikator alam semesta sebagai perwujudan dari keberadaan dan keagungan-Nya;

3) Penghayatan secara rohaniah makin mendalam, melaksanakan acara ritual (ibadah keagamaan) diterima sebagai keharusan moral.

b. Proses Perkembangan Kecerdasan Spiritual dan Penghayatan Keagamaan

Agama tidak sama dengan spiritualitas, namun berdasarkan Mikley (Desmita, 2014:208) agama bersama dengan eksistensial merupakan dimensi dari spiritualitas. Dimensi eksistesial berfokus pada tujuan dan makna hidup, sedangkan dimensi agama berfokus pada kekerabatan seseorang dengan Tuhan Yang Maha Kuasa.

Potensi kecerdasan spiritual berkembang alasannya yaitu adanya efek interaksi dengan lingkungan sekitar hingga final hayatnya. Anak-anak dilahirkan dengan kecerdasan spiritual yang tinggi. Namun perlakuan yang tidak sempurna dari orang tua, sekolah dan lingkungan seringkali merusak apa yang mereka miliki. Menurut Daradjat (2010:75) bahwa faktor yang menghipnotis perkembangan penghayatan keagamaan yaitu orangtua, guru dan dan lingkungan. Pendidikan dilingkungan keluarga memegang peranan yang sangat penting dalam perkembangan penghayatan keagamaan. Hubungan yang serasi dengan orangtua, disayang, dlindungi, dan mendapat perlakuan baik, maka anak akan gampang mendapatkan kebiasaan orangtua, dan selanjutnya akan cenderung kepada agama. Sebaliknya kekerabatan dengan orangtua yang kurang harmonis, penuh tekanan, kecemasan, ketakutan, menjadikan sulitnya perkembangan agama pada anak.

Pendidikan anak di sekolah, khususnya pendidikan agama di SD merupakan dasar bagi sikap jiwa agama. Apabila guru memberi sikap positif terhadap agama maka akan besar lengan berkuasa dalam membentuk pribadi dan adat yang baik. Pendidikan keluarga, sekolah dan lingkungan masyarakat memegang peranan penting dalam memelihara dan menyebarkan potensi kecerdasan spiritual. Terpeliharanya kecerdasan spiritual akan mengoptimalkan IQ dan EQ.

Daradjat (2010:90) menyatakan penghayatan keagamaan berkaitan dengan kematangan intelektual dan sanggup dikembangkan melalui pembiasaan juga memperlihatkan pemahaman agama sesuai dengan tahap kemampuan berpikirnya.

3. Implementasi dalam Pembelajaran

a. Jadilah panutan dengan menampilkan sikap dan sikap yang mencerminkan kepribadian dan watak yang baik, serta cerdas secara spiritual,

b. Ciptakan iklim berguru yang aman bagi perkembangan watak dan kecerdasan spiritual akseptor didik. Selain pandai guru juga harus bersikap bijaksana, sabar, hangat dan tulus dalam melaksanakan tugas, dan bersikap positif terhadap pekerjaan. Sikap yang demokratis dan perlakuan yang baik dari guru akan membangun kekerabatan baik dengan akseptor didik, sehingga iklim berguru yang aman bagi perkembangan akseptor didik akan terwujud.

C. Pahami ada keragaman dalam sikap watak dan kecerdasan spiritual alasannya yaitu tidak semua akseptor didik mempunyai lingkungan keluarga yang menjunjung watak dan spiritual yang tinggi serta keluarga yang harmonis. Oleh alasannya yaitu itu, guru harus bersikap mendapatkan semua akseptor didik, dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Jangan bersikap bergairah atau sinis kepada mereka yang belum menampilkan watak dan kecerdasan spiritual sesuai yang diharapkan, namun bersikap bijak dan tetap membimbing serta mendorongnya dengan sabar.

d. Rancang pembelajaran dengan memasukan aspek watak atau aksara dan spiritual dalam pembelajaran.

e. Kembangkan sikap watak dan spiritual melalui pembiasaan yang disertai pemahaman dan disiplin yang disertai konsekuensi yang mendidik. Buatlah norma-norma sikap moral/spiritual yang harus dilakukan yaitu jujur, empati, taat aturan, tanggung jawab, menghargai orang lain, mencintai orang lain dsb.

f. Biasakan berdoa sebelum dan setelah berguru dan dorong akseptor didik untuk rajin beribadah serta libatkan mereka dalam acara keagamaan dan sosial.

g. Buat suatu kiprah kelompok/kelas yang sanggup meningkatkan sikap altruisme (membantu orang lain dengan ikhlas). Beri mereka kebebasan untuk menentukan acara yang sanggup membantu orang lain, mungkin membantu teman yang kesulitan belajar, membersihkan halaman sekolah, dsb (Santrock, 2007:124)

h. Bekerja sama dengan rekan guru, terutama guru agama serta orangtua untuk membantu meningkatkan sikap watak dan kecerdasan spiritual.

Kecerdasan Emosional Dan Perkembangan Sosial

4:04:00 PM
Kecerdasan Emosional dan Perkembangan Sosial Kecerdasan Emosional dan Perkembangan Sosial
Guru harus mengetahui karakteristik emosi dan sikap sosial pada masa usia sekolah dasar.
A. Perkembangan Emosi

1. Pengertian emosi : Emosi sanggup didefinisikan sebagai suatu suasana yang kompleks dan getaran jiwa yang menyertai atau muncul sebelum/sesudah terjadinya sikap (Makmun, 2009:114). Emosi tidak hanya melibatkan perasaan dan pikiran, aspek biologis dan psikologis, namun disertai serangkaian tindakan.

2. Aspek sikap dari suatu emosi ada tiga variabel :
a. Situasi yang menjadikan emosi
b. perubahan-perubahan fisiologis yang terjadi dalam diri individu yang mengalami emosi
c. respon atau reaksi individu yang menyertai emosi.

Masa kanak-kanak disebut sebagai “periode kritis” dalam perkembangan emosi (Hurlock, 2003:213-214). Keadaan emosi pada masa usia sekolah (akhir masa kanak-kanak) umumnya merupakan periode yang relatif damai hingga datangnya masa puber. Namun ada dikala anak sering mengalami emosi yang meninggi menyerupai cepat murka dan rewel, umumnya sulit dihadapi (periode ketidakseimbangan) disebabkan:

1) Faktor fisik (sakit, lelah)
2) Menghadapi lingkungan gres menyerupai dikala anak masuk sekolah
3) Perubahan yang besar pada kehidupan anak, menyerupai perceraian atau janjkematian orangtua.

Emosi yang umum pada masa final kanak-kanak (usia sekolah) ialah marah, takut, cemburu, ingin tahu, iri hati, gembira, sedih, dan kasih sayang.

Menurut Hurlock (2003:211) emosi mempunyai peranan yang penting bagi kehidupan anak lantaran menghipnotis adaptasi langsung dan sosial anak, diantaranya yaitu:

1) Menambah rasa bahagia dan menyiapkan badan untuk bertindak
2) Ketegangan emosi mengganggu keterampilan motorik.
Contoh sanggup mengakibatkan gangguan bicara menyerupai bicara tidak terperinci dan gagap
3) Emosi merupakan bentuk suatu komunikasi dan memperlihatkan kesannya pada ekspresi
wajah, serta mewarnai pandangan anak terhadap kehidupan
4) Emosi mengganggu acara mental.
5) Emosi merupakan sumber evaluasi diri dan sosial.
6) Emosi menghipnotis interaksi sosial.
7) Emosi menghipnotis suasana psikologis.
8) Reaksi emosional apabila diulang-ulang akan berubah menjadi kebiasaan.

Menurut Goleman (1997:57) setiap orang tentu mempunyai kemampuan yang berbeda dalam wilayah kecerdasan emosi. Kecerdasan emosional mempunyai lima wilayah utama, yaitu:

1) Mengenali emosi diri
2) Mengelola emosi.
3) Memotivasi diri sendiri
4) Mengenali emosi orang lain
5) Membina hubungan.

Kualitas-kualitas emosional yang penting untuk mencapai kesuksesan berdasarkan Peter Salovey dan John Mayer diantaranya :

a) empati
b) mengungkapkan dan memahami perasaan
c) mengendalikan amarah
d) kemandirian
e) kemampuan mengikuti keadaan
f) disukai
g) kemampuan memecahkan persoalan antar pribadi
h) ketekunan
i) kesetiakawanan
j) keramahan
k) sikap hormat.

Menurut Hurlock (2003:231) mengendalikan emosi ialah mengarahkan energi emosi ke terusan ekspresi yang bermanfaat dan dapatditerima secara sosial. Dalam mengendalikan emosi, anak harus berguru bagaimana cara menangani rangsangan yang membangkitkan emosi dan bagaimana cara mengatasi reaksi yang biasa menyertai emosi.

B. Perkembangan Sosial

Setelah memasuki sekolah, anak melaksanakan relasi sosial yang lebih luas dengan sahabat sebayanya dibandingkan dengan anak pada masa pra sekolah. Pada masa ini minat terhadap kegiatan keluarga berkurang, sebaliknya minat terhadap kegiatan sahabat sebayanya semakin kuat. Perubahan permainan individual menjadi permainan kelompok yang membutuhkan banyak orang, sehingga pergaulannya semakin luas. Berubahnya minat bermain, impian untuk bergaul dan diterima oleh teman-temannya semakin kuat. Pada masa ini disebut sebagai masa “gang”, yaitu usia dimana kesadaran sosial berkembang pesat. Gang mempunyai kiprah dalam meningkatkan sosialisasi anak, anak berguru berperilaku biar sanggup diterima secara sosial. Menjadi langsung sosial ialah salah satu kiprah perkembangan yang utama dalam periode ini. Anak menjadi anggota kelompok sahabat sebaya dan secara sedikit demi sedikit menggantikan imbas orangtua dalam berperilaku.

a. Bentuk Perilaku yang Paling Umum pada Masa Kanak-kanak Akhir

1) Rentan terhadap penerimaan sosial.
2) Kepekaan yang berlebihan.
3) Sikap sportif dan tanggung jawab
4) Diskriminasi sosial
5) Prasangka
6) Antagonisme jenis kelamin
7) Persaingan terjadi antara anggota dalam kelompok atau antara gang saingannya.
8) Praktis dipengaruhi dan tidak gampang dipengaruhi.
9) Wawasan social

b. Status Hubungan Sosial

Penerimaan sosial bekerjasama dengan kualitas langsung yaitu banyaknya sifat-sifat baik, menarik , dan keterampilan sosial. Ada 3 status sosial, yaitu:

1) Anak popular
Menurut Hartuf (Santrock, 2010:100) anak terkenal ialah sahabat yang terbaik, mempunyai keterampilan sosial yang tinggi, ramah, suka bergaul, bersahabat, sangat peka secara sosial, suka menolong, dan sangat gampang bekerjasama dengan orang lain, mandiri, cenderung riang.

2) Anak yang diabaikan (neglected children)
Ciri-ciri sikap anak yang diabaikan adalah, cenderung menarik diri, jarang bergaul, temannya sedikit, jarang diharapkan oleh temannya.

3) Anak yang ditolak (rejected chidren),
Anak yang ditolak mempunyai ciri menawarkan aksi tinggi, menarik diri, serta kemampuan sosial dan kognitif yang rendah. Anak yang ditolak ada yang bersikap agresif, yaitu menawarkan sikap bergairah yang tinggi, kontrol diri rendah (impulsive), serta sikap menganggu. Adapula yang tidak agresif, perilakunyamenunjukkan melarikan diri, cemas, dan tidak mempunyai keterampilan sosial

C. Kecerdasan Emosi dan Keterampilan Sosial

Kecerdasan emosi dan keterampilan sosial akan membentuk karakter, berdasarkan beberapa hasil penelitian kecerdasan emosi dan keterampilan sosial lebih penting dari inteligensi (IQ) dalam mencapai keberhasilan hidup. Kecerdasan emosi (EQ) menciptakan anak mempunyai semangat yang tinggi dalam berguru atau disukai oleh teman-temannya dalam kegiatan bermain, maka hal itu akan membawa keberhasilan ketika memasuki dunia kerja atau berkeluarga. Menurut Shapiro (1997:175) kecerdasan emosi dan keterampilan sosial sanggup diajarkan kepada anak sesuai dengan usia dan tahap perkembangan anak.

Dalam mengajarkan kecerdasan emosi dan keterampilan sosial sanggup dilakukan antara lain dengan
1) Membina relasi persahabatan
2) Bekerja dalam kelompok
3) Berbicara dan mendengarkan secara efektif
4) Mengatasi persoalan dengan sahabat yang nakal
5) Berempati terhadap orang lain
6) Mencapai prestasi tinggi
7) Memecahkan masalah
8) Memotivasi diri kalau menghadapi masa-masa yang sulit
9) Percaya diri dikala menghadapi situasi yang sulit
10) Menjalin keakraban, dan mengajarkan tata krama

D. Identifikasi kecerdasan emosi dan keterampilan sosial peserta didik

Untuk mengidentifikasi kecerdasan emosi dan keterampilan sosial peserta didik, guru harus mengetahui karakteristik emosi dan sikap sosial pada masa usia sekolah dasar. Cara mengidentifikasi hal tersebut, diantaranya ialah pengamatan, wawancara, angket, tes (lisan tulis dan tindakan), studi okumentasi, angket atau inventori, menyerupai telah dijelaskan di materi perkembangan peserta didik.

Memahami Karakteristik Penerima Asuh Melalui Pendekatan Teman Sebaya

3:34:00 PM
Memahami karakteristik penerima didik melalui pendekatan sahabat sebaya
Pendidikan pada hakekatnya ialah memanusiakan manusia. Untuk mencapai impian ini, kehadiran Guru menjadi referensi impian para orang renta anak tersebut. Berbagai upaya memanusiakan insan telah dilakukan oleh guru di sekolah. Jika seorang Peserta didik sukses dalam studinya maka semua keluarga bahkan lingkungan akan membanggakan nama anak tersebut dan seluruh keluarga berbesar hati. Ini merupakan karakteristik insan pada umumnya. Akan tetapi kalau Peserta Didik tersebut gagal dalam sebuah forum Pendidikan maka orang pertama yang dicoreng namanya ialah Guru yang membimbing dan mengajar Peserta Didik tersebut. Hal semacam ini yang masih terbawa sepanjang ini di banyak sekali tempat di potongan Indonesia tercinta ini.

Memperhatikan budaya kekeliruan yang sulit diperbaiki ini maka sebagai Guru harusnya membangun banyak sekali konsep strategis guna memperkecil banyak sekali prasangka jelek yang ungkapkan oleh banyak sekali kalangan masyarakat selama ini. Salah satu konsep yaitu pendekatan sahabat sebaya. Teknik pendekatan ini diawali dengan langkah-langkah berikut:

a. Guru meminta Peserta Didik dengan mengajukan satu pertanyaan sederhana sebagai berikut:-
- Siapa saja sahabat berbain Anda setiap hari ? Kelas Rendah [Belum lancar membaca dan menulis]
- Tulislah teman-teman bersahabat Anda minimal nama 3[tiga] sahabat ! Kelas atas [yang lancar membaca dan menulis]

b. Menanyakan kesukaan Peserta Didik dari sahabat sebaya Peserta Didik tersebut dari daftar nama yang diterima

c. Mencatat semua gosip dari semua sahabat yang disebutkan/dituliskan dalam daftar secara lengkap.

d. Membaca dan menganalisa serta mengkaji pendapat yang dikumpulkan

e. Guru menciptakan final sementara abjad Peserta Didik bersangkutan

f. Mulai menyusun taktik gres guna menghipnotis serta memasukan konsep gres yang sanggup mengubah konsep dasar Peserta Didik sesuai impian Guru.

g. Menemukan karakteristik gres Peserta Didik menurut hasil karja guru.

Baca: Strategi untuk Mengenal Karakter Peserta Didik

Inilah beberapa langkah yang sanggup membantu Guru dalam menghadapi Karakter Peserta Didik yang sulit diatur. Selamat mencoba supaya bermanfaat demi memperkecil prasangka jelek dari banyak sekali pihak.

Maju Terus Pantang Mundur, Guru mengmang Pahlawan Tanpa Jasa namun Karya Guru merupakan gesekan Kecil yang tetap membekas di hati Peserta Didik hingga diujung penghabisan Riwayat Pendidikan ikut dibacakan di depan Khalayak.

*) Ditulis oleh Paulus Pobas,S.Pd
Guru Non PNS di SMAS Katolik 1 SoE-Kab.Timor Tengah Selatan-Nusa Tenggara Timur.

Mengapa Anak Masuk Sd Harus Usia 7 Tahun?

7:14:00 PM
 kognitif dan emosi untuk masuk SD  Mengapa Anak Masuk SD Harus Usia 7 Tahun?
Pada usia 7 tahun, anak dianggap sudah siap secara fisik, psikis, kognitif dan emosi untuk masuk SD (SD).
Memasuki tahun aliran gres orang bau tanah mulai mendaftrakan anaknya ke sekolah. Secara umum, anak-anak yang masuk ke sekolah dasar (SD) berusia 7 tahun. Namun menyerupai diketahui, tidak sedikit juga orang bau tanah menyekolahkan anaknya di bawah usia tersebut.

Menurut Psikolog anak, Ratih Zulhaqqi, M.Psi, bahwasannya pada usia 7 tahun, anak dianggap sudah siap secara fisik maupun psikis. Gerakan motorik, anak sudah lebih bagus, otot dan sarafnya juga sudah terbentuk. Salah satu contohnya menyerupai memegang pensil.

Selain itu, dikutip dari laman Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), menuliskan mengapa anak usia 7 tahun harus masuk SD:

1. Aspek Fisik
Pada usia 7 tahun secara fisik anak sudah bisa membisu di kelas dan memegang pensil secara mandiri. Di mana, gerakan motorik anak sudah bagus, otot dan sarafnya sudah terbentuk. Berbeda dengan usia satu tahun di bawahnya. Anak usia 6 tahun terkadang masih selalu ingin bermain.

2. Aspek Kognitif
Saat masuk ke SD anak diperlukan bisa membaca, menulis, berhitung sederhana. Selain itu anak juga diperlukan bisa mengikuti instruksi, paham dan bisa mengerjakan soal-soal yang diberikan.

3. Aspek Psikologis
Dalam dunia perkembangan, anak mulai bisa berkonsentrasi dengan baik pada usia di atas 6 tahun. Semakin bertambah usianya kemampuan konsentrasi meningkat, semakin bisa memilah bahan mana yang harus diperhatikan dan harus diabaikan.

Anak yang terlalu dini masuk SD umumnya masih bermasalah khususnya di kelas satu, alasannya ialah ia belum siap untuk berguru berkonsentrasi. Dia masih berbagi keterampilan geraknya.

4. Aspek Emosi
Umumnya anak yang terlalu dini masuk SD memang cukup matang secara akademik. Namun biasanya kematangan emosi dan kemandirian belum maksimal. Padahal dijenjang SD anak tidak lagi akan menerima perhatian menyerupai di TK. Anak diperlukan lebih sanggup bangun diatas kaki sendiri dan juga tidak lagi terlalu tergantung pada orangtuanya.

Baca: Syarat Seleksi Penerimaan Siswa Baru Kelas 1 SD

Sehingga duduk kasus yang terlihat ialah anak bisa mengikuti pelajaran di sekolah, tapi disisi lain contohnya anak masih minta ditunggui dan gampang mengalah terhadap kiprah yang diberikan atau tidak mau mengerjakan PR alasannya ialah masih kebih suka bermain dan sebagainya.

Melihat aneka macam aspek tersebut, sebaiknya orang bau tanah jangan terlalu dini menyekolahkan anak tetapi melihat kondisi anak.

Tips Sederhana Menghadapi Murid Yang Nakal

8:56:00 AM
Tips Sederhana Menghadapi Murid yang Nakal Tips Sederhana Menghadapi Murid yang Nakal
Tips sederhana menghadapi murid nakal.
Seorang guru tentu perlu mempunyai taktik yang sempurna untuk menghadapi murid pembangkang di dalam kelas. Strategi yang diterapkan para guru sanggup saja variatif, dikondisikan dengan tempat, lingkungan dan konteks situasi yang terjadi. Meskipun berbeda cara, namun, setidaknya dengan tips sederhana menghadapi murid pembangkang yang ditulis Victoria Lerrick, yang lansir dari jitunews.com (24/08/17 ini sanggup coba Anda praktikkan:

Mengenal Karakter dan Latar Belakang Murid yang Nakal

Semua guru niscaya mengenal karakter setiap murid yang dididiknya. Apalagi seorang guru kelas di SD (SD). Seorang Guru SD biasanya mempunyai daftar muridnya yang mempunyai kecenderungan yang tinggi dalam berperilaku pembangkang di dalam kelas. Dengan mengenal huruf murid yang pembangkang itu, maka seorang guru pribadi mengetahui taktik apa yang diterapkan.

Misalnya, seorang yang sangat aktif dalam berbicara. Dia suka ngobrol dengan teman-temannya. Di rumahnya, beliau sangat dimanjakan oleh orang tuanya. Dia bahagia mencoba hal-hal yang baru, yang beliau temukan di lingkungannya. Di dalam kelas, tentu keaktifan berbicara itu akan beliau lakukan dengan teman-temannya meskipun ketika pelajaran sedang berlangsung, dan teman-temannya sedang mendengarkan pemaparan bahan pelajaran dari guru di depan kelas.

Meminta Murid Nakal Menjelaskan Ulang Materi

Saat pelajaran tengah berlangsung dan seorang guru melihat dan mendapati murid pembangkang tengah mengganggu murid yang lain, seorang guru pribadi memanggil nama murid tersebut dan meminta beliau mengulangi apa yang gres saja disampaikan guru. Misalnya: “Randi, coba kau ulangi apa yang gres saja ibu jelaskan”.

Tips ini sanggup saja dilakukan dalam dua bentuk. Pertama, meminta murid tersebut mengulangi apa yang disampaikan guru secara lisan, dan, Kedua, murid tersebut diminta menuliskan di papan tulis apa yang disampaikan gurunya. Cara itu cukup ampuh untuk menghentikan sikap murid yang pembangkang di dalam kelas ketika pelajaran berlangsung. Saat beliau berhenti melaksanakan perbuatannya, seorang guru pribadi memberi pelatihan supaya perbuatannya tidak diulangi lagi.

Meminta Murid Nakal Berpindah Tempat Duduk

Cara ini duduk pada pemahaman, sanggup saja murid yang pembangkang di dalam kelas juga sebab imbas temannya yang duduk berdekatan. Misalnya, sebab mereka sering bermain bersama di luar kelas, atau sebab sahabat yang berdekatan itu ialah sahabat akrabnya. Murid yang pembangkang tadi diminta untuk berpindah daerah duduk, misalya ke daerah duduk yang lebih dekat dengan gurunya.

Guru Menjedahi Materi Pelajaran dengan Game

Bagi seorang guru SD, game sangat penting untuk mendinamisasi situasi di dalam kelas. Tujuannya, supaya pelajaran tidak terasa membosankan dan jenuh. Sebab, kadang-kadang, murid SD sanggup menemukan semangatnya untuk menemukan pelajaran sesudah diajak bermain dalam sebuah game (permainan) yang dikreasikan gurunya.

Guru juga sanggup memakai game untuk menghentikan sikap murid yang pembangkang di dalam kelas. Meskipun, dalam beberapa kasus, seorang guru kadang terkesan mengabaikan murid yang tadinya melaksanakan perbuatan pembangkang di dalam kelas. Padahal, sebenarnya, tidak lah demikian. Guru tentu tahu dan melihat agresi pembangkang muridnya selama jam pelajaran berlangsung.

Namun, juga dibutuhkan otokritik dalam diri guru dengan perkiraan sederhana bahwa penyebab murid pembangkang di dalam kelas juga sebab metode pengajaran gurunya membosankan dan menciptakan muridnya jenuh. Untuk hal tersebut, silahkan menentukan game yang paling cocok dengan situasi kelas anda dan dimainkan pada ketika ada agresi pembangkang yang dilakukan murid.

Lakukan Pendekatan dengan Orang Tua Murid

Perkembangan seorang kognitif dan afektif seorang murid tidak hanya bergantung sepenuhnya terhadap pendekatan akademik di sekolah. Lingkungan sosial dan keluarga juga mempunyai imbas yang berpengaruh terhadap perkembangan anak. Oleh sebab itu, dalam menghadapi murid yang sering pembangkang di dalam kelas, guru juga sanggup menerapkan metode pendekatan terhadap kedua orang tuanya.

Pendekatan terhadap orang tuanya bertujuan supaya orang tuannya juga mengetahui situasi dan sikap anaknya di sekolah. Sehingga, harapannya, melalui pendekatan komunikatif dan persuasif tersebut, orang renta murid sanggup turut membantu memperlihatkan dorongan dan perbaikan terhadap murid yang pembangkang tersebut.

Meminta Bantuan Guru Bimbingan Konseling

Untuk menangani sikap murid yang nakal, guru juga sanggup meminta tunjangan dan dukungan dari guru yang membidangi Bimbingan Konseling di sekolah. Pola ini ini ternyata cukup manjur untuk memperbaiki sikap murid yang sering pembangkang di dalam kelas.

Oleh pihak bimbingan konseling, murid yang pembangkang tersebut diberikan motivasi dan penguatan huruf (baca: pembinaan) supaya tidak mengulangi perbuatannya dan menjadi murid teladan, disiplin dan patuh terhadap gurunya.