Showing posts with label Pedagogik. Show all posts
Showing posts with label Pedagogik. Show all posts

Faktor-Faktor Yang Mensugesti Prestasi Belajar

6:38:00 PM
Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar
Prestasi berguru yaitu perjuangan maksimal yang dicapai oleh seseorang sesudah melakukan usaha-usaha belajar.
Proses berguru pada hakikatnya merupakan acara mental yang tidak sanggup dilihat. Artinya, proses perubahan yang terjadi dalam diri seseorang yang berguru tidak sanggup kita saksikan. Kita hanya sanggup menyaksikan adanya gejala-gejala perubahan sikap yang tampak.

Banyak teori yang membahas perihal terjadinya perubahan tingkah laris diantaranya aliran behavioristik dan aliran holistik. Menurut aliran behavioristik, berguru pada hakikatnya yaitu pembentukan asosiasi antara kesan yang yang ditangkap panca indra dengan kecenderungan untuk bertindak atau berafiliasi antara stimulus dan respons (S-R). Tokoh-tokoh aliran ini antara lain Thorndike, Skiner, Pavlop, Hull, dan Guthrie (Sanjaya 2006:114).

Menurut aliran kognitif, berguru merupakan proses pengembangan insight. Insight yaitu pemahaman terhadap hubungan antar penggalan di dalam suatu situasi permasalahan. Teori-teori yang termasuk ke dalam kelompok kognitif holistik diantaranya teori Gestalt, teori Medan , teori Organismik, teori Humanistik, teori konstruktivistik (Sanjaya 2006:115). Teori medan yang bersumber dari aliran psikologi kognitif atau psikologi gestalt menjelaskan bahwa keseluruhan lebih memberi makna daripada bagian-bagian terpisah.

Belajar dianggap sebagai proses perubahan sikap sebagai akhir dari pengalaman dan latihan. Menurut Hilgard (dalam Sanjaya 2006:113) berguru yaitu proses perubahan melalui acara atau mekanisme latihan baik latihan di dalam laboratorium maupun dalam lingkungan alamiah. Sanjaya (2006:112) mengemukakan bahwa berguru yaitu proses mental yang terjadi dalam diri seseorang, sehingga mengakibatkan munculnya perubahan perilaku.

Belajar dalam arti mengubah tingkah laku, akan membawa suatu perubahan pada individu-individu yang belajar. Perubahan itu tidak hanya berkaitan dengan penambahan ilmu pengetahuan, tetapi juga berbentuk kecakapan, keterampilan, sikap, pengertian, harga diri, minat, watak, pembiasaan diri. Menurut Hamalik (2002:57).

Pembelajaran yaitu suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi (siswa dan guru), material (buku, papan tulis, kapur dan alat belajar), akomodasi (ruang, kelas audio visual), dan proses yang saling mensugesti mencapai tujuan pembelajaran. Dapat disimpulkan bahwa secara umum pembelajaran yaitu suatu acara yang dilakukan oleh guru sedemikian rupa, sehingga tingkah laris siswa berubah ke arah yang lebih baik.

Winkel (1996:226) mengemukakan bahwa prestasi berguru merupakan bukti keberhasilan yang telah dicapai oleh seseorang. Maka prestasi berguru merupakan hasil maksimum yang dicapai oleh seseorang sesudah melakukan usaha-usaha belajar. Sedangkan berdasarkan Arif Gunarso (1993:77) mengemukakan bahwa prestasi berguru yaitu perjuangan maksimal yang dicapai oleh seseorang sesudah melakukan usaha-usaha belajar.

Prestasi berguru di bidang pendidikan yaitu hasil dari pengukuran terhadap peserta didik yang meliputi faktor kognitif, afektif dan psikomotor sesudah mengikuti proses pembelajaran yang diukur dengan memakai instrumen tes atau instrumen yang relevan. Makara prestasi berguru yaitu hasil pengukuran dari evaluasi perjuangan berguru yang dinyatakan dalam bentuk simbol, aksara maupun kalimat yang menceritakan hasil yang sudah dicapai oleh setiap anak pada periode tertentu. Prestasi berguru merupakan hasil dari pengukuran terhadap peserta didik yang meliputi faktor kognitif, afektif dan psikomotor sesudah mengikuti proses pembelajaran yang diukur dengan memakai instrumen tes yang relevan.

Prestasi berguru sanggup diukur melalui tes yang sering dikenal dengan tes prestasi belajar. Menurut Saifudin Azwar (2005:8-9) mengemukakan perihal tes prestasi berguru kalau dilihat dari tujuannya yaitu mengungkap keberhasilan sesorang dalam belajar. Testing pada hakikatnya menggali informasi yang sanggup dipakai sebagai dasar pengambilan keputusan. Tes prestasi berguru berupa tes yang disusun secara terrencana untuk mengungkap performasi maksimal subyek dalam menguasai bahan-bahan atau materi yang telah diajarkan. Dalam acara pendidikan formal tes prestasi berguru sanggup berbentuk ulangan harian, tes formatif, tes sumatif, bahkan UAN dan ujian-ujian masuk akademi tinggi.

Faktor-Faktor yang mensugesti prestasi berguru antara lain:

1. Faktor Intern
Faktor intern yaitu faktor yang timbul dari dalam diri individu itu sendiri. Faktor ini meliputi:

a. Faktor fisiologi (yang bersifat fisik) yang meliputi:
1) Karena sakit
Seorang yang sakit akan mengalami kelemahan fisiknya, sehingga saraf sensoris dan motorisnya lemah. Akibatnya ransangan yang diterima melalui inderanya lama, sarafnya akan bertambah lemah
2) Karena cacat badan

b. Faktor psikologi (faktor yang bersifat rohani) meliputi:

1) Intelegensi

Setiap orang mempunyai tingkat IQ yang berbeda-beda. Seseorang yang mempunyai IQ 110-140 sanggup digolongkan cerdas, dan yang mempunyai IQ 140 keatas tergolong jenius. Golongan ini mempunyai potensi untuk sanggup menuntaskan pendidikan di Perguruan Tinggi. Seseorang yang mempunyai IQ kurang dari 90 tergolong lemah mental, mereka inilah yang banyak mengalami kesulitan belajar.

2) Bakat

Bakat yaitu potensi atau kecakapan dasar yang dibawa semenjak lahir. Setiap individu mempunyai talenta yang berbeda-beda. Seseorang akan lebih gampang mempelajari sesuatu yang sesuai dengan bakatnya

3) Minat

Tidak adan ya minat seorang anak terhadap suatu pelajaran akan timbul kesulitan belajar. Belajar yang tidak ada minatnya mungkin tidak sesuai dengan bakatnya, tidak sesuai dengan kebutuhannya, tidak sesuai dengan kecakapan dan akan mengakibatkan problema pada diri anak.

4) Motivasi

Motivasi sabagai faktor dalam (batin) berfungsi menimbulkan, mendasari dan mengarahkan perbuatan belajar. Motivasi sanggup menentukan baik tidaknya dalam mencapai tujuan, sehingga semakin besar motivasinya akan semakin besar kesuksesan belajarnya.

5) Faktor Kesehatan Mental

Hubungan kesehatan mental dengan berguru yaitu timbal balik. Kesehatan mental dan ketenangan emosi akan mengakibatkan hasil berguru yang baik demikian juga berguru yang selalu sukses akan membawa harga diri seseorang.

2. Faktor Ekstern

Faktor ekstern yaitu faktor-faktor yang sanggup mensugesti prestasi berguru yang sifatnya di luar diri siswa, yaitu beberapa pengalaman-pengalaman, keadaan keluarga, lingkungan sekitarnya.
Pengaruh lingkungan ini pada umumnya bersifat positif dan tidak memperlihatkan paksaan kepada individu. Menurut Slameto (1995:60) faktor ekstern yang sanggup mensugesti berguru yaitu “keadaan keluarga, keadaan sekolah dan lingkungan masyarakat.”

Faktor sekolah yang mensugesti berguru meliputi metode mengajar, kurikulum, hubungan guru dengan siswa, hubungan siswa dengan siswa, disiplin sekolah, pelajaran dan waktu sekolah, standar pelajaran, keadaan gedung, metode berguru dan kiprah rumah (Slameto, 2003:64-69).

Untuk lebih jelasnya faktor-faktor tersebut akan dibahas sebagai berikut:

a) Metode Mengajar

Metode mengajar yaitu suatu cara/jalan yang harus dilalui di dalam mengajar. Metode mengajar guru yang kurang baik akan mensugesti berguru siswa yang tidak baik pula. Guru perlu mencoba metode-metode mengajar yang baru, yang sanggup membantu meningkatkan acara berguru mengajar, dan meningkatkan motivasi siswa untuk belajar.

b) Kurikulum

Kurikulum diartikan sebagai sejumlah acara yang diberikan kepada siswa. Kurikulum yang kurang baik besar lengan berkuasa tidak baik terhadap belajar. Kurikulum yang tidak baik itu contohnya kurikulum yang terlalu padat, di atas kemampuan siswa, tidak sesuai dengan bakat, minat dan perhatian siswa.

c) Relasi Guru dengan Siswa

Proses berguru mengajar terjadi antara guru dengan siswa. Cara berguru siswa juga dipengaruhi oleh relasinya dengan gurunya. Di dalam hubungan guru dengan siswa yang baik, maka siswa akan berusaha mempelajari mata pelajaran yang diberikannya dengan baik.

d) Relasi Siswa dengan Siswa

Siswa yang mempunyai sifat atau tingkah laris yang kurang menyenangkan, akan diasingkan dari kelompoknya. Akibatnya anak akan menjadi malas untuk masuk sekolah alasannya yaitu di sekolah mengalami perlakuan yang kurang menyenangkan dari teman-temannya.

e) Alat Pelajaran

Alat pelajaran yang lengkap dan sempurna akan memperlancar penerimaan materi pelajaran yang diberikan kepada siswa. Tetapi kebanyakan sekolah masih kurang mempunyai media dalam jumlah maupun kualitasnya.

f) Disiplin Sekolah

Kedisiplinan dekat hubungannya dengan kerajinan siswa dalam sekolah dan juga dalam belajar. Agar siswa disiplin haruslah guru beserta staf yang lain disiplin pula, alasannya yaitu sanggup memberi dampak yang positif terhadap belajarnya.

g) Waktu Sekolah

Waktu sekolah sanggup terjadi pada pagi hari, siang, sore/malam hari. Tetapi waktu yang baik untuk sekolah yaitu pada pagi hari dimana pikiran masih segar, jasmani dalam kondisi yang baik sehingga siswa akan gampang berkonsentrasi pada pelajaran.

h) Standar Pelajaran di Atas Ukuran

Guru berpendirian untuk mempertahankan wibawanya, perlu memberi pelajaran di atas ukuran standar. Padahal guru dalam menuntut penguasaan materi harus sesuai dengan kemampuan siswa.

i) Keadaan Gedung

Dengan jumlah siswa yang banyak serta bervariasi karakteristik mereka masing-masing menuntut keadaan gedung cukup umur ini harus memadai di dalam setiap kelas.

j) Metode Belajar

Siswa perlu berguru teratur setiap hari, dengan pembagian waktu yang baik, menentukan cara berguru yang sempurna dan cukup istirahat akan meningkatkan hasil belajarnya.

k) Tugas Rumah

Kegiatan anak di rumah bukan hanya untuk belajar, melainkan juga dipakai untuk kegiatan-kegiatan lain. Maka dibutuhkan guru jangan terlalu banyak memberi kiprah yang harus dikerjakan di rumah.

Identifikasi Kemampuan Awal Dan Kesulitan Belajar

11:02:00 PM
Identifikasi Kemampuan Awal dan Kesulitan Belajar Identifikasi Kemampuan Awal dan Kesulitan Belajar
Identifikasi Kemampuan Awal dan Kesulitan Belajar
Keragaman karakteristik sikap dan eksklusif akseptor didik dipengaruhi banyak faktor. Guru perlu termotivasi dan bekerja keras menentukan keadaan karakteristik sikap dan eksklusif akseptor didik dengan cermat sebelum memulai pembelajaran. Tidak semua akseptor didik berhasil mencapai tujuan-tujuan berguru sesuai dengan taraf kualifikasi yang diharapkan. Indikasi kegagalan mencapai tujuan berguru perlu diidentifikasi secara jujur dan cermat untuk mendapatkan solusi kreatif dan tepat.

1. Identifikasi Kemampuan Awal


Untuk mengetahui apakah perubahan sikap atau tingkat prestasi berguru yang dicapai itu yakni hasil pembelajaran yang bersangkutan, maka kita perlu menentukan keadaan karakteristik sikap dan eksklusif siswa pada dikala mereka akan memasuki dan memulai pembelajaran. Keberhasilan pembelajaran antara lain dipengaruhi oleh karakteristik akseptor didik baik sebagai individu maupun sebagai kelompok. Meskipun guru menghadapi kelompok kelas yang terdiri dari akseptor didik yang mempunyai umur yang relatif sama, namun mereka tidak sanggup diberi perlakukan yang sama. Oleh alasannya itu pada awal pembelajaran guru harus meneliti dahulu kemampuan awal akseptor didik, alasannya menjadi dasar bagaimana pembelajaran sebaiknya direncanakan dan apakah indikator pembelajaran yang semula dirumuskan harus mengalami perubahan. Apalagi bila sikap awal berkaitan dengan kemampuan prasyarat untuk mencapai tujuan pembelajaran. Menurut Makmun (2002:224) dengan mengetahui citra wacana entering behavior akseptor didik, maka akan menawarkan banyak proteksi kepada guru, diantaranya sebagai berikut ini :

a.Untuk mengetahui seberapa jauh adanya kesamaan individual antara akseptor didik dalam taraf kesiapannya, kematangan, serta tingkat penguasaan dari pengetahuan dan ketarampilan dasar sebagai landasan bagi penyajian materi baru.
b.Dapat mempertimbangkan dalam menentukan bahan, prosedur, metode, teknik dan alat bantu belajar-mengajar yang sesuai.
c.Membandingkan nilai pre-tes dengan post-tes sehingga diperoleh indikator atau petunjuk seberapa banyak perubahan sikap itu telah terjadi pada akseptor didik, sebagai hasil efek dari pembelajaran.

Hal penting bagi guru sebelum merencanakan dan melaksanakan pembelajaran, seyogyanya sanggup menjawab pertanyaan-pertanyaan di bawah ini. Dengan memperhatikan tingkatan kelas, jenis bidang studi, usia, dan waktu yang tersedia dan terencana.

a.Sejauh manakah batas-batas (jenis dan ruang lingkup materi pengetahuan yang telah diketahui dan dikuasai akseptor didik yang akan kita ajar?
b.Tingkat dan tahap serta jenis kemampuan (kognitif, afektif, psikomotor) manakah yang telah dicapai dan dikuasai akseptor didik yang akan kita ajar?
c.Apakah siswa sudah cukup siap dan matang (secara intelektual dan emosional) untuk mendapatkan materi dan pola-pola sikap yang akan kita ajarkan itu?

2. Identifikasi Kemampuan Awal Peserta Didik

a.Identifikasi Jenis dan Ruang Lingkup Pengetahuan yang Telah Diketahui dan Dikuasai Peserta Didik
1) Pada dikala memulai pembelajaran berikan pertanyaan-pertanyaan mengenai materi yang telah diberikan terdahulu (apersepsi).
2) Memberikan pre-tes dengan memakai instrumen pengukuran prestasi berguru yang memadai syarat (validitas, realibilitas dan sebagainya) sebelum pembelajaran.
b.Identifikasi Tingkat dan Tahap serta Jenis Kemampuan (Kognitif, Afektif, Psikomotor) yang telah dicapai oleh akseptor didik.

3. Implementasi dalam Pembelajaran

Hal -hal yang harus dilakukan guru dalam memahami kemampuan awal atau sikap awal akseptor didik antara lain sebagai berikut ini.
a.Pada awal setiap pembelajaran, guru harus mengindentifikasi dulu sikap awal atau kemampuan awal akseptor didik, baik aspek pengetahuan yang telah dikuasainya, aspek kognitif, afektif dan psikomotor.
b.Tidak setiap aspek kemampuan akseptor didik pada awal pembelajaran sama pentingnya.
c.Bila menyangkut kemampuan yang menjadi prasyarat untuk mencapai tujuan pembelajaran, maka guru harus menawarkan beberapa pertanyaan secara verbal kepada kelas atau menawarkan tes awal berupa tes tulis singkat.
d.Perbedaan karakteristik dalam kemampuan awal antara kelas yang satu dengan kelas lainnya, antara akseptor didik yang satu dengan akseptor didik lainnya dalam satu kelas, harus menjadi dasar pertimbangan perencanaan dan pengelolaan pembelajaran.
e.Saat akan melaksanakan pembelajaran kenali minat, motivasi belajar, dan sikap berguru akseptor didik sehingga guru sanggup memakai metode dan media pembelajaran yang menarik serta bagaimana cara guru meningkatkan minat, sikap dan motivasi berguru pada mata pelajaran yang bapak/ibu ampu.
f.Pemahaman sikap awal mengenai aspek kesehatan fisik dan sensori-motorik, menjadi pertimbangan dalam menawarkan materi atau kiprah yang melibatkan kegiatan fisik dan psikomotor.

4. Kesulitan Belajar

Apabila akseptor didik memperlihatkan kegagalan tertentu dalam mencapai tujuan-tujuan belajarnya, maka akseptor didik dikatakan mengalami kesulitan belajar.
a.Ciri Peserta Didik Gagal Mencapai Tujuan Belajar Menurut Burton (Makmun, 2002: 307) akseptor didik dikatakan gagal kalau mempunyai ciri-ciri sebagai berikut ini.
1) Dalam batas waktu yang ditentukan akseptor didik tidak mencapai ukuran tingkat keberhasilan atau penguasaan minimal yang telah ditetapkan oleh guru.
2) Tidak sanggup mengerjakan atau mencapai prestasi yang seharusnya sesuai dengan tingkat intelegensinya. Kasus akseptor didik ini disebut underachievers (prestasinya tidak sesuai dengan kemampuan intelektualnya)
3) Tidak mewujudkan tugas-tugas perkembangan, termasuk pembiasaan sosial sesuai dengan teladan organisme pada fase perkembangan tertentu. Kasus ini tersebut dikatakan ke dalam slow learners (peserta didik yang lambat belajar).
4) Tidak berhasil mencapai tingkat penguasaan yang dibutuhkan sebagai prasyarat bagi kelanjutan pada tingkat pelajaran berikutnya. Kasus akseptor didik ini sanggup dikategorikan ke dalam slow learners atau belum matang sehingga mungkin harus menjadi pengulang.

b.Diagnostik Kesulitan Belajar
1) Diagnosis merupakan istilah teknis yang diadopsi dari dunia medis. Disimpulkan dari pendapat Thorndike dan Hagen, Makmun (2009:307) menyatakan bahwa diagnosis yakni suatu proses menemukan kelemahan yang dialami seseorang melalui suatu pengujian dan studi yang seksama terhadap gejala-gejalanya sebagai upaya menemukan karakteristik atau kelemahan-kelemahan yang esensial untuk menciptakan suatu keputusan.
2) Pengertian Kesulitan Belajar Suatu proses yang berusaha untuk memahami jenis dan karakteristik kesulitan berguru serta latar belakang kesulitan-kesulitan berguru dengan cara mengumpulkan dan memakai data selengkap dan seobjektif mungkin sehingga sanggup mengambil kesimpulan dan keputusan serta mencari alternatif pemecahan masalah.
3) Prosedur dan Teknik Diagnostik Kesulitan Belajar Langkah diagnostik kesulitan berguru berdasarkan Ross dan Stanley (Makmun, 2004: 309) itu sebagai berikut ini:

a) Siapa yang mengalami gangguan ?
b) Di manakah kelemahan itu terjadi ?
c) Mengapa kelemahan itu terjadi ?
d) Penyembuhan apakah yang disarankan ?
e) Bagaimana kelemahan itu sanggup dicegah ?

c.Faktor Penyebab Kesulitan Belajar Untuk memahami karakteristik dan faktor-faktor penyebab kesulitan berguru secara seksama, Burton (Makmun, 2002:310) melaksanakan diagnostik kesulitan berguru berdasarkan pada teknik dan instrumen yang pelaksanaannya yaitu sebagai berikut ini.
1) Diagnosis Umum Pada tahap ini biasa dipakai tes baku, menyerupai yang dipakai untuk penilaian dan pengukuran psikologis dan hasil belajar. Tujuannya untuk menemukan siapakah yang diduga mengalami kelemahan tertentu.
2) Diagnosis Analitik Pada tahap ini biasanya dipakai tes diagnosis. Tujuannya untuk mengetahui di mana letak kelemahan tersebut.
3) Diagnosis Psikologi Pada tahap ini teknik, pendekatan, dan instrumen yang dipakai antara lain sebagai berikut
a) Observasi,
b) Analisis karya tulis,
c) Analisi proses dan respon lisan,
d) Analisis aneka macam catatan objektif,
e) Analisi aneka macam catatan objektif,
f) Wawancara,
g) pendekatan laboratories dan klinis, h) Studi kasus.
d.Prosedur dan Teknik Diagnostik Kesulitan Belajar

Berikut yakni rincian langkah-langkah diagnostik kesulitan belajar.
1)Identifikasi Kasus
Identifikasi kasus bertujuan untuk menandai dan menemukan akseptor didik yang mengalami kesulitan belajar.
a) Untuk mengetahui akseptor didik yang diduga mengalami kesulitan berguru dilakukan dengan membandingkan nilai akseptor didik dengan kriteria yang telah ditetapkan sebagai batas lulus (KKM, rata-rata kelas). Peserta didik yang prestasi belajarnya di bawah KKM diduga mempunyai kesulitan belajar. Mereka yang berada di bawah KKM diranking, untuk menentukan prioritas pemberian bantuan. Semakin jauh perbedaan antara nilai akseptor didik dengan KKM maka kesulitan belajarnya semakin besar. Apabila secara umum dikuasai dari akseptor didik nilainya berada di bawah KKM, maka termasuk kasus kelompok. Bila hanya sebagian kecil saja akseptor didik yang nilainya di bawah KKM, maka termasuk kasus individual.
b) Untuk mengidentifikasi siswa yang diduga mengalami kesulitan berguru selain dari nilai prestasi berguru sanggup pula dilakukan dengan memperhatikan atau menganalisis catatan observasi atau laporan proses kegiatan belajar.
(1) Penggunaan catatan berguru siswa untuk mengetahui cepat atau lambatnya dalam menuntaskan kiprah atau pekerjaannya.
(2) Penggunaan catatan daftar hadir.
(3) Penggunaan catatan atau skema partisipasi untuk mengetahui acara dan partisipasi akseptor didik dalam kelas. Peserta didik yang pasif diduga mengalami kesulitan belajar. Penggunaan catatan dan skema partisipasi sangat berharga pada pelajaran yang mengutamakan komunikasi dan interaksi sosial dalam menawarkan pendapat, menyanggah, dan menjawab dengan argumentasi tertentu.
(4) Penggunaan catatan sosiometri dilakukan pada bidang studi tertentu yang menuntut siswa bekerja sama dalam kelompok yakni untuk mengetahui anak yang terisolir.

2)Identifikasi Masalah
Berikut yakni beberapa pertanyaan yang sanggup mengarahkan kita untuk mengetahui letak kesulitan berguru siswa.
a) dalam mata pelajaran mana kesulitan berguru itu terjadi?
b) pada tempat tujuan berguru (aspek perilaku) yang manakah kesulitan berguru itu terjadi?
c) pada serpihan (ruang lingkup) materi manakah kesulitan berguru itu terjadi?
d) pada segi-segi proses berguru yang manakah kesulitan berguru itu terjadi?
Berikut ini yakni cara melaksanakan identifikasi duduk kasus (melokalisasi letak kesulitan belajar).
a) Mengidentifikasi kesulitan berguru pada bidang studi tertentu untuk mengetahui pada bidang studi manakah siswa mengalami kesulitan belajar.
b) Mengidentifikasi pada tempat tujuan berguru dan serpihan ruang lingkup materi pelajaran manakah kesulitan berguru terjadi.
c) Analisis Catatan Proses Pembelajaran
Untuk mengetahui kesulitan berguru pada aspek-aspek proses berguru tertentu dilakukan dengan menganalisis empiris terhadap catatan keterlambatan penyelesaian kiprah atau soal, absensi, kurang aktif dalam partisipasi, kurang pembiasaan sosial. Hasil analisis tersebut dengan terperinci memperlihatkan posisi dari kasus-kasus yang bersangkutan.

3)Mengidentifikasi Faktor Penyebab Kesulitan Belajar
a) Bila kasus kelompok (mayoritas akseptor didik mempunyai kesulitan belajar) maka faktor penyebab kesulitan berguru berasal luar diri akseptor didik. Kemungkinan besar faktor penyebabnya kondisi sekolah (kualifikasi guru, pembelajaran, materi, sistem penilaian, strategi/metode/teknik pembelajaran yang tidak sesuai dengan keragaman akseptor didik, dsb.)
b) Bila kasusnya individual, maka faktor penyebabnya kemungkinan berasal dari diri akseptor didik. Faktor penyebab itu sanggup bersumber pada (a) kemampuan dasar atau potensi yaitu intelegensi dan bakat; (b) bukan yang bersifat potensial, yaitu kurang mempunyai keterampilan dan pengetahuan dasar yang dibutuhkan dari sutu bidang studi, aspek fisik (kesehatan, gangguan pancaindra, kecacatan, dsb.), emosional (kecemasan, phobia, pembiasaan yang salah), kurang minat dan motivasi belajar, sikap dan kebiasaan berguru yang negatif, kurang konsentrasi, kurang bisa menyesuaikan diri, dsb.

4)Membuat Alternatif Bantuan Pengambilan keputusan berdasarkan hasil diagnosis menjadi dasar dalam kegiatan menawarkan proteksi kepada akseptor didik yang mempunyai kesulitan belajar
5)Melakukan Tindak Remedial atau Membuat Referal Bila permasalahan yang bertalian dengan sistem pembeajaran dan masih dalam kesanggupan guru, maka bisa diberikan oleh guru sendiri dengan layanan pembelajaran remedial.

5. Implementasi dalam Pembelajaran

a.Pahami gejala-gejala anak yang mempunyai kesulitan belajar.
b.Identifikasi kesulitan berguru serta bantulah akseptor didik mengatasi kesulitan belajarnya.
c.Berikan layanan pembelajaran remedial bila permasalahannya bertalian dengan pembelajaran dan masih dalam kesanggupan guru.
d.Membuat acuan kepada tenaga hebat (konselor pendidikan, dokter, psikolog) bila permasalahannya di luar kemampuan guru.
e.Bantu akseptor didik yang mengalami kesulitan berguru untuk mengoptimalkan prestasi belajarnya, meningkatkan kepercayaan diri, minat, dan sikap postif terhadap pelajaran.
f.Bekerja sama dengan rekan sejawat dan orangtua untuk lebih memahami faktor penyebab kesulitan berguru dalam diri akseptor didik.
g.Cegahlah terjadinya kesulitan berguru pada akseptor didik dengan merancang pembelajaran yang sesuai dengan keragaman akseptor didik.

Perkembangan Tabiat Dan Kecerdasan Spiritual Anak

12:26:00 AM
Perkembangan Moral dan Kecerdasan Spiritual Anak Perkembangan Moral dan Kecerdasan Spiritual Anak
Ciptakan iklim berguru yang aman bagi perkembangan watak dan kecerdasan spiritual akseptor didik.
1. Perkembangan Moral
Setiap individu sebagai bab dari masyarakat diharapkan bersikap sesuai dengan cara yang disetujui masyarakat. Belajar berperilaku sesuai dengan yang disetujui masyarakat merupakan proses yang panjang dan usang yang terus berlanjut hingga usia remaja. Interaksi sosial memegang peranan penting dalam perkembangan moral, alasannya yaitu anak mempunyai kesempatan untuk berguru isyarat watak dan mendapat kesempatan untuk berguru bagaimana orang lain memperlihatkan penilaian. Bila penilaiannya positif maka akan memotivasi untuk menyesuaikan dengan standar nilai yang berlaku.

a. Moralitas Merupakan Hasil Belajar

Hati nurani atau skala nilai merupakan hasil dari proses berguru untuk berguru berperilaku sesuai dengan yang disetujui masyarakat. Salah satu kiprah perkembangan yang penting di masa kanak-kanak sebelum masuk sekolah mereka diharapkan sudah bisa membedakan yang baik dan salah dalam suatu situasi yang sederhana, hal itu merupakan dasar bagi perkembangan hati nurani. Sebelum masa kanak-kanak berahir, amat diharapkan anak sanggup menyebarkan skala nilai atau hati nurani untuk membimbing mereka dalam mengambil keputusan moral.

Menurut Hurlock (2013: 75) terdapat empat pokok utama dalam mempelajari sikap watak sebagai berikut ini.
1) Mempelajari apa yang diharapkan kelompok sosial dari anggotanya sebagaimana dicantumkan dalam hukum, kebiasaan, dan peraturan.

2) Mengembangkan hati nurani atau bunyi hati merupakan salah satu kiprah perkembangan yang penting pada final masa kanak-kanak. Suara hati juga dikenal sebagai “cahaya dari dalam” dan polisi internal yang mendorong anak untuk melaksanakan hal yang benar dan menghindari hukuman.

3) Belajar mengalami perasaan bersalah dan rasa aib jikalau perilakunya tidak sesuai dengan impian kelompok. Ausubel (Hurlock, 2013:78) menjelaskan rasa bersalah merupakan salah satu prosedur psikologis yang paling penting dalam proses sosialisasi. Hal itu juga merupakan unsur penting bagi kelangsungan hidup budaya alasannya yaitu hal itu merupakan penjaga yang paling efisien dari individu.

4) Mempunyai kesempatan berinteraksi sosial dengan anggota kelompok sosial. Interaksi sosial memegang peranan penting dalam perkembangan moral.

Pada masa ini anak sudah mempertimbangkan situasi khusus mengenai watak yang baik dan salah. Menurut Piaget (Hurlock, 2003:163) pada masa ini anak mulai menggantikan watak yang kaku menjadi relativisme, misalnya anak umur 5 tahun berbohong itu buruk, anak yang lebih besar berbohong itu dibolehkan dalam situasi tertentu. Anak akan berusaha beradaptasi dengan peraturan kelompok biar diterima oleh kelompoknya. Oleh alasannya yaitu itu sekolah harus memperlihatkan perhatian pada pendidikan watak mengenai konsep benar dan salah serta alasannya mengapa perbuatan itu diperbolehkan atau dilarang, biar akseptor didik memahami konsep benar dan salah secara lebih luas dan lebih abstrak. Penerapan konsep benar dan salah harus diberikan secara konsisten oleh guru dan orang tua.

Kehidupan watak tidak sanggup dipisahkan dari keyakinan beragama, alasannya yaitu nilai-nilai watak bersifat tegas, pasti, tetap, serta tidak berubah alasannya yaitu keadaan, daerah dan waktu. Nilai ini bersumber dari agama (Daradjat: 2010:156)

b. Tingkat dan Tahapan Perkembangan Moral

Kohlberg menekankan bahwa perkembangan watak didasarkan terutama pada budi sehat watak dan berkembang secara sedikit demi sedikit (Santrock, 2010:118-119). Terdapat tiga tingkat perkembangan moral, yang masing-masing ditandai oleh dua tahap. Konsep kunci untuk memahami perkembangan moral, khususnya teori Kohlberg yaitu internalisasi, yaitu perubahan perkembangan dari sikap yang dikendalikan secara eksternal menjadi sikap yang dikendalikan secara internal.

2. Kecerdasan Spiritual

Kecerdasan spiritual yaitu kemampuan untuk memberi makna ibadah terhadap setiap sikap dan kegiatan. Menurut Zohar dan Marshal kecerdasan spiritual merupakan kecerdasan tertinggi yang dimiliki manusia, alasannya yaitu paling berperan dalam kehidupan manusia. Kecerdasan spiritual merupakan aspek yang sangat penting dalam pembentukan kepribadian manusia. dan merupakan landasan yang diharapkan untuk memfungsikan IQ dan EQ secara efektif (Agustian, 2001:57).

Setiap orang pernah mengalami penghayatan keagamaan bahwa di luar dirinya ada kekuatan yang Maha Agung yang melebihi apapun. Penghayatan keagamaan berdasarkan Brightman (Makmun, 2009:108) tidak hanya mengakui atas keberadaan-Nya melainkan juga mengakui-Nya sebagai sumber nilai-nilai luhur yang eksternal (abadi) yang mengatur tata hidup insan dan alam semesta.

a. Tahap Perkembangan Penghayatan Keagamaan Usia Sekolah dan Karakteristiknya

Sejalan dengan perkembangan kesadaran moraliras, perkembangan penghayatan keagamaan, yang erat hubungannya dengan perkembangan intelektual, emosional dan konatif. Para andal menyerupai Daradjat, Starbuch, dan James (Makmun, 2009:108) sependapat secara garis besarnya perkembangan penghayatan keagamaan dibagi dalam tiga tahapan yang secara kualitatif memperlihatkan karakteristik yang berbeda. Tahapan-tahapan itu ialah sebagai berikut, 1) masa kanak-kanak (sampai usia tujuh tahun); 2) masa anak sekolah(7-8 hingga 11-12 tahun); 3) masa pandai balig cukup akal (12-18 tahun) dibagi ke dalam dua sub tahapan, yaitu pandai balig cukup akal awal dan akhir.

Karakteristik penghayatan keagamaan pada masa anak sekolah (7-8 hingga 11-12 tahun), yang ditandai, antara lain sebagi berikut ini.

1) Sikap keagamaan bersifat reseptif (menerima saja apa yang dijelaskan orangtua atau guru kepadanya) tetapi disertai pengertian

2) Pandangan dan paham ke-Tuhan-an diterangkan secara rasional sesuai dengan kemampuan berpikir anak yaitu dengan cara yang lebih bersahabat dengan kehidupan sehari-hari dan lebih nyata yang bersumber pada indikator alam semesta sebagai perwujudan dari keberadaan dan keagungan-Nya;

3) Penghayatan secara rohaniah makin mendalam, melaksanakan acara ritual (ibadah keagamaan) diterima sebagai keharusan moral.

b. Proses Perkembangan Kecerdasan Spiritual dan Penghayatan Keagamaan

Agama tidak sama dengan spiritualitas, namun berdasarkan Mikley (Desmita, 2014:208) agama bersama dengan eksistensial merupakan dimensi dari spiritualitas. Dimensi eksistesial berfokus pada tujuan dan makna hidup, sedangkan dimensi agama berfokus pada kekerabatan seseorang dengan Tuhan Yang Maha Kuasa.

Potensi kecerdasan spiritual berkembang alasannya yaitu adanya efek interaksi dengan lingkungan sekitar hingga final hayatnya. Anak-anak dilahirkan dengan kecerdasan spiritual yang tinggi. Namun perlakuan yang tidak sempurna dari orang tua, sekolah dan lingkungan seringkali merusak apa yang mereka miliki. Menurut Daradjat (2010:75) bahwa faktor yang menghipnotis perkembangan penghayatan keagamaan yaitu orangtua, guru dan dan lingkungan. Pendidikan dilingkungan keluarga memegang peranan yang sangat penting dalam perkembangan penghayatan keagamaan. Hubungan yang serasi dengan orangtua, disayang, dlindungi, dan mendapat perlakuan baik, maka anak akan gampang mendapatkan kebiasaan orangtua, dan selanjutnya akan cenderung kepada agama. Sebaliknya kekerabatan dengan orangtua yang kurang harmonis, penuh tekanan, kecemasan, ketakutan, menjadikan sulitnya perkembangan agama pada anak.

Pendidikan anak di sekolah, khususnya pendidikan agama di SD merupakan dasar bagi sikap jiwa agama. Apabila guru memberi sikap positif terhadap agama maka akan besar lengan berkuasa dalam membentuk pribadi dan adat yang baik. Pendidikan keluarga, sekolah dan lingkungan masyarakat memegang peranan penting dalam memelihara dan menyebarkan potensi kecerdasan spiritual. Terpeliharanya kecerdasan spiritual akan mengoptimalkan IQ dan EQ.

Daradjat (2010:90) menyatakan penghayatan keagamaan berkaitan dengan kematangan intelektual dan sanggup dikembangkan melalui pembiasaan juga memperlihatkan pemahaman agama sesuai dengan tahap kemampuan berpikirnya.

3. Implementasi dalam Pembelajaran

a. Jadilah panutan dengan menampilkan sikap dan sikap yang mencerminkan kepribadian dan watak yang baik, serta cerdas secara spiritual,

b. Ciptakan iklim berguru yang aman bagi perkembangan watak dan kecerdasan spiritual akseptor didik. Selain pandai guru juga harus bersikap bijaksana, sabar, hangat dan tulus dalam melaksanakan tugas, dan bersikap positif terhadap pekerjaan. Sikap yang demokratis dan perlakuan yang baik dari guru akan membangun kekerabatan baik dengan akseptor didik, sehingga iklim berguru yang aman bagi perkembangan akseptor didik akan terwujud.

C. Pahami ada keragaman dalam sikap watak dan kecerdasan spiritual alasannya yaitu tidak semua akseptor didik mempunyai lingkungan keluarga yang menjunjung watak dan spiritual yang tinggi serta keluarga yang harmonis. Oleh alasannya yaitu itu, guru harus bersikap mendapatkan semua akseptor didik, dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Jangan bersikap bergairah atau sinis kepada mereka yang belum menampilkan watak dan kecerdasan spiritual sesuai yang diharapkan, namun bersikap bijak dan tetap membimbing serta mendorongnya dengan sabar.

d. Rancang pembelajaran dengan memasukan aspek watak atau aksara dan spiritual dalam pembelajaran.

e. Kembangkan sikap watak dan spiritual melalui pembiasaan yang disertai pemahaman dan disiplin yang disertai konsekuensi yang mendidik. Buatlah norma-norma sikap moral/spiritual yang harus dilakukan yaitu jujur, empati, taat aturan, tanggung jawab, menghargai orang lain, mencintai orang lain dsb.

f. Biasakan berdoa sebelum dan setelah berguru dan dorong akseptor didik untuk rajin beribadah serta libatkan mereka dalam acara keagamaan dan sosial.

g. Buat suatu kiprah kelompok/kelas yang sanggup meningkatkan sikap altruisme (membantu orang lain dengan ikhlas). Beri mereka kebebasan untuk menentukan acara yang sanggup membantu orang lain, mungkin membantu teman yang kesulitan belajar, membersihkan halaman sekolah, dsb (Santrock, 2007:124)

h. Bekerja sama dengan rekan guru, terutama guru agama serta orangtua untuk membantu meningkatkan sikap watak dan kecerdasan spiritual.

Kecerdasan Emosional Dan Perkembangan Sosial

4:04:00 PM
Kecerdasan Emosional dan Perkembangan Sosial Kecerdasan Emosional dan Perkembangan Sosial
Guru harus mengetahui karakteristik emosi dan sikap sosial pada masa usia sekolah dasar.
A. Perkembangan Emosi

1. Pengertian emosi : Emosi sanggup didefinisikan sebagai suatu suasana yang kompleks dan getaran jiwa yang menyertai atau muncul sebelum/sesudah terjadinya sikap (Makmun, 2009:114). Emosi tidak hanya melibatkan perasaan dan pikiran, aspek biologis dan psikologis, namun disertai serangkaian tindakan.

2. Aspek sikap dari suatu emosi ada tiga variabel :
a. Situasi yang menjadikan emosi
b. perubahan-perubahan fisiologis yang terjadi dalam diri individu yang mengalami emosi
c. respon atau reaksi individu yang menyertai emosi.

Masa kanak-kanak disebut sebagai “periode kritis” dalam perkembangan emosi (Hurlock, 2003:213-214). Keadaan emosi pada masa usia sekolah (akhir masa kanak-kanak) umumnya merupakan periode yang relatif damai hingga datangnya masa puber. Namun ada dikala anak sering mengalami emosi yang meninggi menyerupai cepat murka dan rewel, umumnya sulit dihadapi (periode ketidakseimbangan) disebabkan:

1) Faktor fisik (sakit, lelah)
2) Menghadapi lingkungan gres menyerupai dikala anak masuk sekolah
3) Perubahan yang besar pada kehidupan anak, menyerupai perceraian atau janjkematian orangtua.

Emosi yang umum pada masa final kanak-kanak (usia sekolah) ialah marah, takut, cemburu, ingin tahu, iri hati, gembira, sedih, dan kasih sayang.

Menurut Hurlock (2003:211) emosi mempunyai peranan yang penting bagi kehidupan anak lantaran menghipnotis adaptasi langsung dan sosial anak, diantaranya yaitu:

1) Menambah rasa bahagia dan menyiapkan badan untuk bertindak
2) Ketegangan emosi mengganggu keterampilan motorik.
Contoh sanggup mengakibatkan gangguan bicara menyerupai bicara tidak terperinci dan gagap
3) Emosi merupakan bentuk suatu komunikasi dan memperlihatkan kesannya pada ekspresi
wajah, serta mewarnai pandangan anak terhadap kehidupan
4) Emosi mengganggu acara mental.
5) Emosi merupakan sumber evaluasi diri dan sosial.
6) Emosi menghipnotis interaksi sosial.
7) Emosi menghipnotis suasana psikologis.
8) Reaksi emosional apabila diulang-ulang akan berubah menjadi kebiasaan.

Menurut Goleman (1997:57) setiap orang tentu mempunyai kemampuan yang berbeda dalam wilayah kecerdasan emosi. Kecerdasan emosional mempunyai lima wilayah utama, yaitu:

1) Mengenali emosi diri
2) Mengelola emosi.
3) Memotivasi diri sendiri
4) Mengenali emosi orang lain
5) Membina hubungan.

Kualitas-kualitas emosional yang penting untuk mencapai kesuksesan berdasarkan Peter Salovey dan John Mayer diantaranya :

a) empati
b) mengungkapkan dan memahami perasaan
c) mengendalikan amarah
d) kemandirian
e) kemampuan mengikuti keadaan
f) disukai
g) kemampuan memecahkan persoalan antar pribadi
h) ketekunan
i) kesetiakawanan
j) keramahan
k) sikap hormat.

Menurut Hurlock (2003:231) mengendalikan emosi ialah mengarahkan energi emosi ke terusan ekspresi yang bermanfaat dan dapatditerima secara sosial. Dalam mengendalikan emosi, anak harus berguru bagaimana cara menangani rangsangan yang membangkitkan emosi dan bagaimana cara mengatasi reaksi yang biasa menyertai emosi.

B. Perkembangan Sosial

Setelah memasuki sekolah, anak melaksanakan relasi sosial yang lebih luas dengan sahabat sebayanya dibandingkan dengan anak pada masa pra sekolah. Pada masa ini minat terhadap kegiatan keluarga berkurang, sebaliknya minat terhadap kegiatan sahabat sebayanya semakin kuat. Perubahan permainan individual menjadi permainan kelompok yang membutuhkan banyak orang, sehingga pergaulannya semakin luas. Berubahnya minat bermain, impian untuk bergaul dan diterima oleh teman-temannya semakin kuat. Pada masa ini disebut sebagai masa “gang”, yaitu usia dimana kesadaran sosial berkembang pesat. Gang mempunyai kiprah dalam meningkatkan sosialisasi anak, anak berguru berperilaku biar sanggup diterima secara sosial. Menjadi langsung sosial ialah salah satu kiprah perkembangan yang utama dalam periode ini. Anak menjadi anggota kelompok sahabat sebaya dan secara sedikit demi sedikit menggantikan imbas orangtua dalam berperilaku.

a. Bentuk Perilaku yang Paling Umum pada Masa Kanak-kanak Akhir

1) Rentan terhadap penerimaan sosial.
2) Kepekaan yang berlebihan.
3) Sikap sportif dan tanggung jawab
4) Diskriminasi sosial
5) Prasangka
6) Antagonisme jenis kelamin
7) Persaingan terjadi antara anggota dalam kelompok atau antara gang saingannya.
8) Praktis dipengaruhi dan tidak gampang dipengaruhi.
9) Wawasan social

b. Status Hubungan Sosial

Penerimaan sosial bekerjasama dengan kualitas langsung yaitu banyaknya sifat-sifat baik, menarik , dan keterampilan sosial. Ada 3 status sosial, yaitu:

1) Anak popular
Menurut Hartuf (Santrock, 2010:100) anak terkenal ialah sahabat yang terbaik, mempunyai keterampilan sosial yang tinggi, ramah, suka bergaul, bersahabat, sangat peka secara sosial, suka menolong, dan sangat gampang bekerjasama dengan orang lain, mandiri, cenderung riang.

2) Anak yang diabaikan (neglected children)
Ciri-ciri sikap anak yang diabaikan adalah, cenderung menarik diri, jarang bergaul, temannya sedikit, jarang diharapkan oleh temannya.

3) Anak yang ditolak (rejected chidren),
Anak yang ditolak mempunyai ciri menawarkan aksi tinggi, menarik diri, serta kemampuan sosial dan kognitif yang rendah. Anak yang ditolak ada yang bersikap agresif, yaitu menawarkan sikap bergairah yang tinggi, kontrol diri rendah (impulsive), serta sikap menganggu. Adapula yang tidak agresif, perilakunyamenunjukkan melarikan diri, cemas, dan tidak mempunyai keterampilan sosial

C. Kecerdasan Emosi dan Keterampilan Sosial

Kecerdasan emosi dan keterampilan sosial akan membentuk karakter, berdasarkan beberapa hasil penelitian kecerdasan emosi dan keterampilan sosial lebih penting dari inteligensi (IQ) dalam mencapai keberhasilan hidup. Kecerdasan emosi (EQ) menciptakan anak mempunyai semangat yang tinggi dalam berguru atau disukai oleh teman-temannya dalam kegiatan bermain, maka hal itu akan membawa keberhasilan ketika memasuki dunia kerja atau berkeluarga. Menurut Shapiro (1997:175) kecerdasan emosi dan keterampilan sosial sanggup diajarkan kepada anak sesuai dengan usia dan tahap perkembangan anak.

Dalam mengajarkan kecerdasan emosi dan keterampilan sosial sanggup dilakukan antara lain dengan
1) Membina relasi persahabatan
2) Bekerja dalam kelompok
3) Berbicara dan mendengarkan secara efektif
4) Mengatasi persoalan dengan sahabat yang nakal
5) Berempati terhadap orang lain
6) Mencapai prestasi tinggi
7) Memecahkan masalah
8) Memotivasi diri kalau menghadapi masa-masa yang sulit
9) Percaya diri dikala menghadapi situasi yang sulit
10) Menjalin keakraban, dan mengajarkan tata krama

D. Identifikasi kecerdasan emosi dan keterampilan sosial peserta didik

Untuk mengidentifikasi kecerdasan emosi dan keterampilan sosial peserta didik, guru harus mengetahui karakteristik emosi dan sikap sosial pada masa usia sekolah dasar. Cara mengidentifikasi hal tersebut, diantaranya ialah pengamatan, wawancara, angket, tes (lisan tulis dan tindakan), studi okumentasi, angket atau inventori, menyerupai telah dijelaskan di materi perkembangan peserta didik.

6 Cara Biar Guru Punya Karir Dan Reputasi Baik

7:02:00 PM
Mendidik bawah umur ialah pekerjaan yang sangat mulia dari yang lainnya. Meskipun begitu, masih banyak orang berpikir bahwa menjadi guru bukan sebuah kebanggaan, tidak bergengsi dan tak ada jenjang kenaikan karir yang berarti. Patut diketahui, guru ialah profesi yang sangat menjanjikan. Berikut cara efektif supaya Anda, sebagai guru mempunyai karir yang melesat dan reputasi yang baik, yang lansir dari life.idntimes.com (24/02/17).

1. Sabar menghadapi bawah umur di sekolah. Latihlah dan percayalah Anda bisa melaksanakan itu!

anak ialah pekerjaan yang sangat mulia dari yang lainnya 6 Cara Supaya Guru Punya Karir dan Reputasi Baik

Guru harus mempunyai kesabaran untuk menghadapi bawah umur dengan bermacam-macam abjad dan latar belakangnya. Latihlah dan bangkit kesabaran itu di dalam diri Anda sendiri sebab kesabaran tersebut akan membawa kepada prestasi dan menjadi kenangan yang baik dari anak didik.


2. Berusahalah mengajarkan anak untuk bisa di suatu bidang tertentu, jangan paksa mereka!

anak ialah pekerjaan yang sangat mulia dari yang lainnya 6 Cara Supaya Guru Punya Karir dan Reputasi Baik

Untuk menjadi guru yang baik, janganlah menuntut anak didik untuk pintar dalam segala hal. Kita semua tahu bahwa insan mempunyai kekurangan dan kelebihan. Begitupun dengan anak yang mempunyai potensi kecerdasan yang berbeda. Jangan meminta murid untuk menguasai semua hal, lebih baik fokuskan pada talenta dan minatnya.


3. Kuatkanlah spesialisasi Anda sebagai guru dan jadilah jago dalam bidang tertentu!

anak ialah pekerjaan yang sangat mulia dari yang lainnya 6 Cara Supaya Guru Punya Karir dan Reputasi Baik

Sama ibarat murid-murid, Anda juga ialah orang biasa yang mempunyai kelebihan dan kekurangan. Jangan paksakan diri untuk bisa dalam segala pelajaran. Kamu harus memahami spesialisasimu terlebih dahulu, lalu terus asah dan optimalkan apa yang sudah menjadi kemampuan Anda.


4. Ikuti pelatihan-pelatihan guru supaya kemampuan Anda terus berkembang!

anak ialah pekerjaan yang sangat mulia dari yang lainnya 6 Cara Supaya Guru Punya Karir dan Reputasi Baik

Untuk menjadi guru yang baik dan profesional, Anda juga harus belajar. Untuk itu, ikuti training dan seminar yang dispesialkan untuk guru. Anda akan bertemu guru-guru lain dan akan mendapat pelajaran dan pengalaman yang menarik untuk memotivasi Anda menjadi guru dengan karir yang optimal.


5. Dengarkan anak didikmu, jadilah guru sekaligus sahabat bagi mereka semua!

anak ialah pekerjaan yang sangat mulia dari yang lainnya 6 Cara Supaya Guru Punya Karir dan Reputasi Baik

Anak-anak didiklah yang bisa menilai Anda dengan akurat dibanding orang lain sebab mereka telah mencicipi bagaimana rasanya diajar oleh Anda. Luangkan waktu sehabis mengajar untuk mengobrol dengan murid dan tanyalah bagaimana rasanya diajarkan oleh Anda. Ini sanggup dijadikan materi penilaian untuk diri Anda sendiri.


6. Jangan lupa untuk terus mengevaluasi diri. Teruslah perbaiki diri semoga jadi guru yang baik!

anak ialah pekerjaan yang sangat mulia dari yang lainnya 6 Cara Supaya Guru Punya Karir dan Reputasi Baik

Jangan hingga lupa mengevaluasi dirimu sendiri dari dari beberapa guru atau anak didik. Evaluasi diri ialah hal yang sangat penting sebab Anda akan sanggup menciptakan dirimu jauh lebih baik dari sebelumnya dari saran orang-orang sekitarmu. Lakukanlah hal ini contohnya setiap kau final mengajar atau di malam hari.

Baca juga: 9 Tipe Guru Seperti Ini yang Dibutuhkan Indonesia

Menjadi guru ialah pekerjaan yang sangat membutuhkan kecintaan dan ketulusan yang tinggi. Anda harus mengetahui dimanakah passion Anda untuk menjadi guru dan dan jelajahi terus itu sehingga Anda menjadi lebih semangat menjalaninya.

Pembelajaran Berbasis Proyek (Project Based Learning)

4:46:00 AM
Penerapan pembelajaran berbasis projek ini mendorong tumbuhnya kreativitas Pembelajaran Berbasis Proyek (Project Based Learning)
Penerapan pembelajaran berbasis projek ini mendorong tumbuhnya kreativitas, kemandirian, tanggung jawab, doktrin diri, serta berpikir kritis dan analitis pada akseptor didik.
Pembelajaran Berbasis Projek (PBP) ialah kegiatan pembelajaran yang memakai projek/kegiatan sebagai proses pembelajaran untuk mencapai kompetensi sikap, pengetahuan dan keterampilan. Penekanan pembelajaran terletak pada aktivitas-aktivias akseptor didik untuk menghasilkan produk dengan menerapkan keterampilan meneliti, menganalisis, membuat, hingga dengan mempresentasikan produk pembelajaran menurut pengalaman nyata. Produk yang dimaksud ialah hasil projek dalam bentuk desain, skema, karya tulis, karya seni, karya teknologi/prakarya, dan lain-lain. Pendekatan ini memperkenankan pesera didik untuk bekerja secara berdikari maupun berkelompok dalam menghasilkan produk nyata.

Pembelajaran Berbasis Projek merupakan model pembelajaran yang memakai projek sebagai langkah awal dalam mengintegrasikan pengetahuan dan keterampilan gres menurut pengalaman nyata. PBP dilakukan secara sistematik yang mengikutsertakan akseptor didik dalam pembelajaran sikap, pengetahuan, dan keterampilan melalui pemeriksaan dalam perancangan produk. PBP merupakan pendekatan pembelajaran yang inovatif, yang menekankan berguru kontekstual melalui kegiatan-kegiatan yang kompleks. Pelaksanaan pembelajaran berbasis projek memberi kesempatan akseptor didik berpikir kritis dan bisa membuatkan kreativitasnya melalui pengembangan inisiatif untuk menghasilkan produk kasatmata berupa barang atau jasa.

Pada PBP, akseptor didik terlibat secara aktif dalam memecahkan duduk masalah dalam bentuk suatu projek. Peserta didik aktif mengelola pembelajarannya dengan bekerja secara kasatmata yang menghasilkan produk riil. PBP sanggup mereduksi kompetisi di dalam kelas dan mengarahkan akseptor didik lebih kolaboratif daripada bekerja sendiri-sendiri. Di samping itu PBP sanggup juga dilakukan secara berdikari melalui bekerja mengkonstruk pembelajarannya melalui pengetahuan serta keterampilan baru, dan mewujudkannya dalam produk nyata.

Pembelajaran Berbasis Projek merupakan metode pembelajaran yang berfokus pada akseptor didik dalam kegiatan pemecahan duduk masalah terkait dengan projek dan tugas-tugas bermakna lainnya. Pelaksanaan PBP sanggup memberi peluang pada akseptor didik untuk bekerja mengkonstruk kiprah yang diberikan guru yang puncaknya sanggup menghasilkan produk karya akseptor didik.

Tujuan Pembelajaran Berbasis Projek (PBP) ialah sebagai berikut:
a. Memperoleh pengetahuan dan ketrampilan gres dalam pembelajaran
b. Meningkatkan kemampuan akseptor didik dalam pemecahan duduk masalah projek.
c. Membuat akseptor didik lebih aktif dalam memecahkan duduk masalah projek yang kompleks dengan hasil produk kasatmata berupa barang atau jasa.
d. Mengembangkan dan meningkatkan keterampilan akseptor didik dalam mengelola sumber/bahan/alat untuk menuntaskan tugas/projek.
e. Meningkatkan kerja sama akseptor didik khususnya pada PBP yang bersifat kelompok.

Prinsip-prinsip pembelajaran berbasis projek ialah sebagai berikut.
a. Pembelajaran berpusat pada akseptor didik yang melibatkan tugas-tugas projek pada kehidupan kasatmata untuk memperkaya pembelajaran.
b. Tugas projek menekankan pada kegiatan penelitian menurut suatu tema atau topik yang telah ditentukan dalam pembelajaran.
c. Tema atau topik yang dibelajarkan sanggup dikembangkan dari suatu kompetensi dasar tertentu atau adonan beberapa kompetensi dasar dalam suatu mata pelajaran, atau adonan beberapa kompetensi dasar antarmata pelajaran. Oleh sebab itu, kiprah projek dalam satu semester dibolehkan hanya satu penugasan dalam suatu mata pelajaran.
d. Penyelidikan atau eksperimen dilakukan secara otentik dan menghasilkan produk kasatmata yang telah dianalisis dan dikembangkan menurut tema/topik yang disusun dalam bentuk produk (laporan atau hasil karya). Produk tersebut selanjutnya dikomunikasikan untuk menerima jawaban dan umpan balik untuk perbaikan produk.
e. Pembelajaran dirancang dalam pertemuan tatap muka dan kiprah berdikari dalam fasilitasi dan monitoring oleh guru. Pertemuan tatap muka sanggup dilakukan di awal pada langkah penentuan projek dan di tamat pembelajaran pada langkah penyusunan laporan dan presentasi/publikasi hasil projek, serta penilaian proses dan hasil projek.

Dalam PBP, akseptor didik diberikan kiprah dengan membuatkan tema/topik dalam pembelajaran dengan melaksanakan kegiatan projek yang realistik. Di samping itu, penerapan pembelajaran berbasis projek ini mendorong tumbuhnya kreativitas, kemandirian, tanggung jawab, doktrin diri, serta berpikir kritis dan analitis pada akseptor didik.