Kebijakan gres Kemendikbud memperlihatkan setiap siswa dua buku rapor akan sulit diterapkan. |
Pengamat pendidikan dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Jejen Musfah menjelaskan, rapor untuk merekam catatan pendidikan huruf memang baik. Tetapi buku rapor ini efektif diterapkan jikalau jumlah siswa di dalam kelas sedikit. Maksimal 25 siswa dalam satu kelas.
"Tetapi realita di sekolah-sekolah negeri jumlah murinya besar-besar. Sampai 36 murid," kata Jejen yang kutip dari JPNN (31/08/17).
Untuk kelas-kelas besar ibarat itu, evaluasi huruf siswa tidak efektif untuk dikerjakan oleh guru. Menurut Jejen, guru akan kesulitan menilai huruf murid satu per satu. Jika dipaksakan, hasil penilaiannya dapat cenderung copy paste untuk sekedar menggugurkan kewajiban.
Sementara itu, Mendikbud Muhadjir Effendy menuturkan bahwa buku rapor untuk menilai ekstrakurikuler atau pendidikan huruf anak itu tidak serumit buku rapor akademik. Ia menyampaikan teknis atau format buku rapor untuk menilai rekam jejak huruf siswa itu sedang dimatangkan oleh Balitbang Kemendikbud.
"Cukup ada dua catatan saja sudah bagus. Misalnya catatan anak ini pernah jadi ketua OSIS. Itu memperlihatkan mempunyai huruf kepemimpinan," terang Mendikbud.
Baca: Tumbuhkan Budi Pekerti Guru Harus Dampingi Anak
Mantan rektor UMM ini berharap tahun depan, dikala aktivitas PPK sudah berjalan cukup masif, buku rapor huruf siswa dapat diterapkan di sekolah-sekolah. Ia menyampaikan initinya guru harus mengamati bawah umur dikala mengikuti ekstrakurikuler. Mereka Tidak boleh dilepas begitu saja.