Presiden Joko Widodo membatalkan kebijakan sekolah 8 jam sehari yang digagas Mendikbud Muhadjir Effendy. |
"Presiden merespons aspirasi yang berkembang di masyarakat dan memahami apa yang jadi harapan masyarakat dan ormas Islam. Oleh alasannya yaitu itu, Presiden akan melaksanakan penataan ulang terhadap hukum itu," kata Ma'ruf Amin yang kutip dari Kompas (20/06/17).
Kebijakan yang diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nomor 23 Tahun 2017 akan diganti dengan peraturan presiden. Berbagai elemen masyarakat akan diundang untuk meminta masukan dalam menyusun hukum itu. Ma'ruf menyampaikan termasuk ormas Islam menyerupai MUI, PBNU dan Muhammadiyah.
"Sehingga masalah-masalah yang menjadi krusial di dalam masyarakat akan dapat tertampung di dalam hukum yang akan dibentuk itu," terang Ma'ruf.
Pernyataan Rais Aam PBNU itu telah dikonfirmasi dengan Staf Khusus Presiden bidang Komunikasi Johan Budi. Pihak Istana membenarkan bahwa Presiden telah membatalkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor Nomor 23 Tahun 2017, yang mengubah sekolah menjadi 8 jam per hari.
Rancangan peraturan presiden tengah disiapkan sebagai gantinya. Namun, pihak Istana masih belum dapat memastikan apakah perpres itu nantinya masih mengadopsi aktivitas sekolah 8 jam sehari. Johan mengatakan, keputusan penghapusan ini diambil alasannya yaitu masukan yang disampaikan oleh masyarakat.
Sebelumnya, kebijakan Penguatan Pendidikan Karakter yang mengubah waktu sekolah menjadi 5 hari seminggu dan 8 jam per hari mendapat penolakan dari sejumlah kalangan, termasuk dari ormas PBNU. Salah satunya, kebijakan ini dinilai akan melemahkan terhadap posisi Madrasah Diniyah.