USBN berlawanan dengan penguatan pendidikan aksara yang digaungkan Presiden Joko Widodo. |
Penambahan mapel di USBN yang mulai diterapkan tahun depan itu berlawanan dengan penguatan pendidikan aksara yang digaungkan Presiden Joko Widodo. Sebab pada praktiknya nanti, akan semakin menciptakan siswa dan guru berpacu mengejar nilai USBN setinggi-tingginya.
Akhirnya upaya penguatan pendidikan aksara di SD, yang menjadi pondasi pendidikan masa depan, bakal kian terabaikan. Menurut Ketua Umum IGI Muhammad Ramli Rahim, pembelajaran di SD sebaiknya berfokus pada penanaman dan penguatan pendidikan karakter.
Selain itu konsekuensi adanya 25 persen butir soal USBN dibentuk oleh Kemendikbud, bakal menjadi beban di banyak sekolah. Sebab tidak dapat dipungkiri kondisi SD di Indonesia sangat bermacam-macam kualitasnya.
"Masih banyak SD yang guru PNS-nya hanya dua orang. Bahkan ada yang satu orang, itupun merangkap sebagai kepala sekolah," kata Ramli yang kutip dari JPNN (30/12/17).
Ramli juga menjelaskan memperbanyak jumlah mapel dalam USBN di SD menjadi cermin bahwa pemerintah sentra tidak percaya kepada sekolah. Ia beropini sebaiknya urusan ujian selesai di SD dipasrahkan kepada guru di masing-masing sekolah.
Baca: Mulai 2018 USBN SD untuk Semua Mata Pelajaran
Pemerintah sejatinya tidak perlu menambah kasus baru. Khusus untuk pendidikan jenjang SD, pemerintah sentra harusnya berfokus pada pemenuhan layanan dasar menyerupai dicukupinya jumlah guru PNS di seluruh unit SD.
"Siapa guru yang akan mengajari siswa menghadapi USBN. Gurunya saja tidak ada," kata Ramli.