Sekolah ketika ini cenderung hanya mengajarkan hal-hal yang sangat standar terkait pendidikan. |
"Siswa yang mempunyai kecerdasan emosi stabil, bisa mengendalikan amarah dan sanggup memecahkan duduk masalah antarpribadi sehingga secara signifikan sanggup memengaruhi prestasi berguru pada setiap mata pelajaran yang diajarkan di sekolah," kata Rahmawati yang Sekolahdasar.Net kutip dari Republika (07/10/17).
Senada dengan Rahmawati Habie, berdasarkan Pengamat Kebijakan Publik bidang Sosial Masyarakat dari Universitas Indonesia, Sri Handiman Supyansuri, sekarang banyak kalangan cukup umur yang mengalami krisis pengendalian diri. Hal itu terjadi akhir minimnya pembelajaran wacana kecerdasan emosional yang diajarkan di sekolah.
Sekolah ketika ini cenderung hanya mengajarkan hal-hal yang sangat standar terkait pendidikan, sehingga menyulitkan siswa untuk melihat serta berguru wacana pengendalian diri. Di sisi lain, banyak keluarga yang abai terhadap pendidikan emosional anak-anaknya sehingga tidak ada figur yang bisa menjadi pola bagi anak.
"Masalah kecerdasan emosional sanggup dipelajari dari orangtua sendiri. Bukan dari kecanggihan teknologi. Justru tanpa didikan orangtua secara langsung, maka akomodasi teknologi hanya akan merugikan pertumbuhan kecerdasan emosional anak," kata Handiman.