|
Sudah selayaknyalah orangtua dan guru memberi keteladanan kepada anak-anaknya. |
Sungguh telah ada pada diri Rasulullah SAW suri tauladan yang baik bagimu. Demikian pernyataan Allah swt dalam Al-Qur’an surat Al-Ahzab ayat 21. Keteladanan Rasulullah saw merupakan keteladanan terhadap semua hal, termasuk dalam hal pendidikan, terutama bagaimana Rasulullah SAW mencontohkan
pendidikan untuk anak.
Keteladanan sangat dekat kaitannya dengan komitmen, kejujuran dan integritas. Keteladanan berarti melaksanakan apa yang diucapkan dan mengucapkan apa yang sudah dilakukan. Seorang guru atau pendidik harus sanggup menampilkan suri tauladan yang baik didepan bawah umur didiknya. Contoh sederhana, menyerupai menjanjikan sesuatu (hadiah) kepada anak saat anak sanggup melaksanakan sesuatu yang diminta oleh guru atau orang tua. Ketika anak sanggup melaksanakan hal tersebut dengan baik, dan guru tidak memenuhi janjinya untuk memperlihatkan sesuatu (hadiah) tersebut, maka ialah sebuah kedustaan yang sudah diajarkan kepada anak.
Secara psikologis insan butuh akan teladan (peniruan) yang lahir dari ghorizah (naluri) yang bersemayam dalam jiwa yang disebut juga dengan taqlid. Yang dimaksud peniruan disini ialah hasrat yang mendorong anak, seseorang untuk menggandakan prilaku orang dewasa, atau orang yang mempunyai efek dalam kehidupannya.
Keteladanan memang berat. Dalam kepemimpinan sebetulnya yang sangat sulit bukanlah ilmu-ilmu manajemen, teori-teori kepemimpinan, lantaran semua itu sanggup dipelajari, sanggup dibaca. Namun yang sulit itu ialah menampilkan keteladanan. Suri teladan yang baik mempunyai dampak yang besar pada kepribadian anak. Sebab, fitrah anak ialah menggandakan dan mencontoh apa yang dilakukan orang tua, guru dan lingkungannya. Anak-anak akan selalu memperhatikan dan meneladani sikap dan sikap orang dewasa. Apabila mereka melihat orang tua, gurunya berperilaku jujur, mereka akan tumbuh dalam kejujuran. Demikian juga sebaliknya.
Baca juga: Kecerdasan Anak Dipengaruhi Lingkungan Keluarga Sudah selayaknyalah orangtua dan guru memberi keteladanan kepada anak-anaknya. Para orangtua dan guru sebaiknya memperlihatkan pola yang baik sesuai dengan hikmah dan ucapannya kepada para anaknya. Akan sangat lucu kalau yang disampaikan orangtua dan guru kepada anak-anaknya ternyata tidak dilakukan oleh orangtua dan guru itu sendiri. Dalam Islam, keteladanan dari orangtua sangat memilih terlebih di zaman kini media tontonan tidak sanggup dibutuhkan menjadi pola yang baik bagi pembentukan budpekerti bawah umur muslim.
Dalam pendidikan terutama kepada anak-anak, pola ialah suatu hal yang penting bagi anak. Seorang guru atau orang renta yang menyuruh anaknya berwudhu dan sholat contohnya sementara ia sendiri masih sibuk dengan aktifitasnya akan sulit menanamkan nilai-nilai kepada akseptor didiknya. Dibandingkan dengan guru yang mengajak wudhu dan sholat lantaran ia sekalian melakukannya, tentu hal ini akan berdampak besar lengan berkuasa dan lebih sanggup diikuti oleh murid-muridnya. Disinilah letak keteladanan.
Termasuk dalam ucapan-ucapan yang diungkapkan orang renta atau guru setiap hari, janji-janji yang diucapkan kepada anak, perilaku-perilaku yang ditampilkan disekolah maupun dirumah, semuanya akan menjadi perhatian besar bagi anak. Orang renta atau guru yang sering berbohong akan kehilangan keteladanan dan pengaruhnya kepada anak didiknya, sehingga kata-katanya tidak lagi didengar dan dilaksanakan.
Oleh alasannya ialah itu keteladanan dalam pendidikan menjadi sebuah keniscayaan yang harus diperhatikan oleh semua pihak yang terlibat dalam dunia pendidikan sebelum hal-hal lain menyerupai bahan pelajaran dan seterusnya. Tentu hal ini tidak sanggup serta merta sanggup diwujudkan begitu saja, harus ada upaya yang sistematis dalam membuat guru-guru yang mempunyai keteladanan yang tinggi. Tentu saja dalam hal ini dimulai dari pendidikan guru itu sendiri, rekrutmennya, sistem pelatihan guru dan evaluasinya.
Disamping itu sebesar apapun
usaha orangtua dan guru dalam merawat, mendidik, menyekolahkan dan mengarahkan anaknya, andaikan Allah ta’ala tidak berkenan untuk menjadikannya anak yang salih, pasti ia tidak akan pernah menjadi anak salih. Hal ini memperlihatkan betapa besar kekuasaan Allah swt dan betapa kecilnya kekuatan kita. Ini terperinci memotivasi kita untuk lebih membangun ketergantungan dan rasa tawakkal kita kepada Allah swt. Dengan cara, antara lain, memperbanyak menghiba, merintih, memohon proteksi dan pertolongan, memperbanyak doa kepada Allah dalam segala sesuatu, terutama dalam hal mendidik anak.
Mendoakan anak ialah penggalan dari pendidikan dan keteladanan itu sendiri. Karena doa ialah termasuk ibadah yang utama dan wujud dari bentuk keteladanan yang dilakukan guru atau orang tua. Doa orang renta sungguh asing kalau itu ditujukan pada bawah umur mereka. Jika orang renta ingin anaknya menjadi sholeh dan baik, maka doakanlah mereka lantaran doa orang renta ialah doa yang gampang diijabahi oleh Allah swt. Namun ingat sebetulnya doa yang dimaksudkan di sini meliputi doa baik dan dan juga sekaligus doa yang jelek dari orang renta pada anaknya. Makanya harus hati-hati saat murka kepada anak, dan kemudian orang renta dan guru kemudian mendoakan anak dengan sesuatu yang buruk.
Diantara doa terbaik ialah doa sebagaimana yang tercantum dalam Al-Qur’an surat Al-Furqan ayat 74: “Ya Tuhan kami, Anugerahkanlah kepada kami pasangan-pasangan kami dan keturunan kami yang menyenangkan hati, dan jadikan kami imam bagi orang yang bertaqwa”.
Semoga Allah memperkenankan doa kita sebagai orang renta yang berisi kebaikan kepada
anak-anak kita. Semoga bawah umur kita berada dalam kebaikan dan terus berada dalam bimbingan Allah di jalan yang lurus. Jika kita sebagai anak, janganlah hingga durhaka pada orang tua. Banyak-banyaklah berbuat baik pada mereka, sehingga kita pun akan didoakan oleh bapak dan ibu kita. Wallahu’alam bisshawab.
*) Ditulis oleh Iqbal Anas. Kepala SDIT Ma'arif Padang Panjang