Jangan bayangkan kebijakan ini menciptakan siswa berada di kelas sepanjang hari. |
"Karena dalam Permen (Peraturan Menteri) sudah dijelaskan dalam penyelenggaran jadwal penguatan karakter. Itu sekolah dimungkinkan untuk kolaborasi dengan forum pendidikan di luar, termasuk madrasah, masjid, gereja, pura, sanggar kesenian, sentra olahraga, itu dimungkinkan sehingga delapan jam berguru minimal itu jangan diartikan anak sanggup pelajaran terus-terusan di kelas, bukan itu," kata Muhadjir.
Mantan rektor Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) itu menjelaskan, proses belajar-mengajar tetap mengacu pada Kurikulum 2013 (K1)3 dan diadaptasi dengan visi dan misi Presiden Jokowi terkait pendidikan. Ia mengingatkan kebijakan sekolah delapan jam sehari atau lima hari dalam sepekan tidak berarti menciptakan siswa akan berguru selama delapan jam di kelas.
"Ini sesuai dengan visi Presiden Jokowi bahwa pendidikan abjad 70 persen untuk pendidikan dasar, SD dan Sekolah Menengah Pertama maka harus ada ekspansi waktu. Ini tidak ganggu gugat K13 bahkan ini complement menyempurnakan ialah adanya kegiatan yang sifatnya kokurikuler dan ekstra-kurikuler. Karena kokurikuler dan ekstra-kurikuler maka bekerjsama pelaksanaannya tidak harus ada di kelas, tidak berada di sekitar sekolah, bisa di luar sekolah," terang Muhadjir.
Mendikbud menyampaikan ada lima sasaran pembentukan abjad siswa yang hendak dicapai pemerintah. Pertama, religiusitas atau keberagamaan. Kedua integritas, kejujuran, sehingga Ia perangi betul kecurangan ujian nasional. Ketiga nasionalisme, cinta tanah air, bela negara. Keempat kerja keras, berguru keras, punya kemauan kompetisi. Kelima gotong royong. Makara solidaritas toleran dan lain-lain. Lima ini jadi sasaran pemerintah melalui PPK.
Dalam kaitan dengan penguatan abjad pertama yakni keberagamaan, posisi Madrasah Diniyah dinilai sangat penting. Pemerintah tidak ada niat untuk menghilangkan madrasah tersebut. Mendikbud Muhadjir menyampaikan malah justru akan menjadi partner sekolah untuk menguatkan jadwal abjad yang berkaitan dengan penguatan religiusitas. Makara kalau ada yang menyebut bersekolah selama delapan jam sehari sanggup menggerus keberadaan madrasah diniyah.
Mendikbud meminta orang bau tanah dan masyarakat tidak membayangkan kebijakan ini menciptakan siswa berada di kelas sepanjang hari. Kebijakan ini ingin mendorong siswa melaksanakan acara yang menumbuhkan kebijaksanaan pekerti, serta keterampilan kurun 21. Untuk itu, guru diminta untuk menghindari kegiatan 'ceramah' dalam kelas dan mengganti dengan acara positif. Aktivitas tersebut tidak hanya dilakukan di lingkungan sekolah tetapi juga di tempat publik.
Program ini juga akan menuntut guru mendorong siswa untuk berguru dengan banyak sekali metode menyerupai role playing, proyek dan dari bermacam-macam sumber belajar. Yakni, seniman, petani, ustaz, dan pendeta. Mendikbud menyampaikan banyak sumber yang bisa terlibat, tetapi guru harus tetap bertanggung jawab pada acara siswanya.
Guru menjadi faktor penting dalam penerapan PPK di sekolah. Sebab, guru bukan hanya pelatih atau pengajar tetapi juga penghubung sumber-sumber belajar. Guru juga perlu menjadi gate keeper yang bisa membantu siswa menyaring imbas negatif menyerupai radikalisme dan narkoba. Selain itu, guru juga harus menjadi katalisator yang bisa mengubah potensi anak didik.
Penerapan kebijakan lima hari sekolah akan dilaksanakan secara bertahap. Salah satu pertimbangannya, yakni diadaptasi dengan kapasitas sekolah. Mendikbud mengimbau pada para kepala sekolah yang tergabung dalam Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) supaya sanggup berkoordinasi dengan dinas pendidikan untuk segera memetakan sekolah-sekolah yang siap melaksanakan kebijakan ini. Selain itu, juga memastikan bahwa potensi kekhasan di kawasan terpelihara dengan baik.