Program sertifikasi guru melalui PLPG resmi dilarang dan diganti dengan PPG. |
Menurut Dirjen Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Kemendikbud Sumarna Surapranata, alasan utamanya yaitu pemerintah ingin menjalankan undang-undang. Dia menyampaikan amanah dalam Undang-undang No 14 tahun 2005 ihwal Guru dan Dosen, sudah tidak dibernarkan lagi ada PLPG.
Pemerintah sejatinya sudah meringankan proses PPG untuk guru yang sudah mengajar. Diantaranya yaitu durasi PPG lebih singkat dari semula satu tahun menjadi empat bulan. Sejumlah bahan pendidikan dihapus, alasannya yaitu para guru dalam jabatan itu sudah mengajar.
Terkait dengan biaya sertifikasi guru melalui PPG, Pranata menyampaikan pemerintah menunjukkan subsidi. Nominalnya Rp 7,5 juta per orang. Namun, subsidi itu belum menutup semua kebutuhan. Untuk fasilitas dan konsumsi selama mengikuti PPG, ditanggung sendiri.
"Subsidi itu hanya untuk kebutuhan akademik pendidikan," kata Pranata yang kutip dari laman JPNN (26/05/17).
Sementara itu, sampai ketika ini masih ada sekitar 400 ribu yang telah mengajar namun belum mendapat akta profesi guru.
Menurut Ketua Umum PGRI Unifah Rosyidi, mereka masih menunggu antrean untuk mengikuti aktivitas PLPG yang seluruhnya didanai pemerintah. Tapi, dengan alasan aktivitas tersebut telah selesai, guru-guru tersebut diminta untuk ikut PPG.
PGRI akan mengadukan persoalan ini ke Mahkamah Konstitusi jikalau Kemendikbud masih nekad untuk menghentikan pembiayaan untuk sertifikasi guru dalam jabatan itu . Sebab, sesuai undang-undang pula, sertifikasi guru itu didanai oleh pemerintah.
"Sekarang dengan alasan sudah sepuluh tahun mereka menghentikan. Itu zalim. Itu melanggar undang-undang. Dan kami akan persoalkan secara serius," kata Unifah usai menghadiri deklarasi komitmen guru Indonesia untuk pengendalian tembakau, di Jakarta.