Teknologi seyogyanya dipakai untuk mempermudah insan dalam menjalani kehidupan namun interaksi sosial tetap diperlukan. |
Semua sibuk sendiri dengan smart phone, bersosialisasi juga tapi dengan memanfaatkan teknologi. Tidak hanya pada remaja usia sekolah saja, namun fenomena ini juga melanda orang cukup umur yang mempunyai profesi apa saja bahkan hingga ibu rumah tangga. Tentu kita besar hati bahwa bangsa kita tidak tertinggal dalam hal penggunaan teknologi dengan bangsa bangsa lain, tapi ingat hanya sebagai "pengguna" bukan "pencipta".
Berikutnya, kita perlu telaah ulang, apakah kita sudah manfaatkan dengan benar kemajuan teknologi sehingga membawa kebaikan untuk diri dan lingkungan sekitar. Beberapa waktu kemudian kita dikejutkan oleh seorang remaja ditipu oleh sahabat dunia mayanya sehingga nyaris kehilangan keperawanannya, atau dongeng remaja yang diculik, ada lagi seorang remaja putri yang tega menjual sepeda motor satu satunya milik orang bau tanah demi memenuhi hasrat mempunyai BB.
Ironisnya diperbudak teknologi tidak hanya dialami anak anak dan remaja yang notabene sedang mencari identitas diri. Bahkan rumah tangga yang sudah dibina puluhan tahunpun dapat hancur berserakan hanya alasannya yakni CLBK (Cinta Lama Bersemi Kembali) bertemu mantan pacar di facebook, ternyata kita sudah salah kaprah dalam memaknai kemajuan zaman.
Penulis teringat Albert Enstein pernah menyampaikan bahwa “aku takut pada hari dimana teknologi akan melampaui interaksi manusia, dunia akan mempunyai generasi yang idiot”.
Sepertinya itu sudah terjadi sekarang, satu bus tapi masing masing sibuk dengan hand phone. Satu kantor namun tersenyum sendiri, tertawa tawa sendiri bahkan murka sendiri. Bayangkan kalau itu terjadi pada keluarga kita. Ketika orang bau tanah dan anak sudah tidak punya waktu lagi untuk sekedar bertanya kepada anaknya apa yang kau lakukan hari ini, sebagian kita telah kehilangan moment bercengkrama dengan sesama anggota keluarga.
Baca juga: Peran Keluarga dalam Membentuk Karakter Anak
Disini kita mengingatkan orang tua, guru ataupun masyarakat luas bahwa anak kita butuh keteladanan, hanya satu kata berjulukan “keteladanan”. Memori mereka sudah terlanjur dipenuhi dengan skema buram di mana-mana, isu korupsi, kongkalikong dan nepotisme, ayah yang mencabuli dan membunuh anak, ibu yang membunuh bahkan tega menjual anak demi alasan ekonomi, anggota dewan ribut dikala sidang paripurna hingga lempar kursi, demonstrasi yang berlangsung anarkis, belum lagi melihat ibunda dan ayahanda yang seharian sibuk bekerja sesampai dirumah masih direpoti oleh BBM dan fesbukan, sibuk up date status, dan lain sebagainya.
Betapa kita merindukan kenangan masa kecil bermain dipinggir sungai bersama sahabat teman, menciptakan rakit dan kendaraan beroda empat mobilan dari batang pisang, dulu kita begitu kreatif "mencipta" mainan. Sampai dirumah berguru dan mengaji ditemani orang tua. Sekarang keadaan berbalik, semua sibuk sendiri, semakin usang semakin individualistis. Anak-anak dimanjakan dengan games online yang tersedia dan sangat gampang di akses. Secara tidak sadar itu mematikan kreatifitas mereka. Bermain dan berguru sendiri.
Padahal interaksi menciptakan kita berguru mengelola emosi, berbagi, berempati, toleransi, berkreasi, bekerja sama dan terpenting semangat kebersamaan. Sungguhpun demikian sejujurnya kita juga tidak perlu terlalu phobia dengan teknologi, betapa banyak orang yang justru beroleh kesuksesan alasannya yakni teknologi. Banyak kesempatan kerja, diperoleh melalui situs jejaring sosial.
Beberapa ada yang memanfaatkannya untuk kepentingan bisnis dan promosi barang dagangan atau silaturahmi yang kembali terjalin sehabis sekian usang tidak bertemu, hingga saling menyebarkan informasi bermanfaat. Kita juga perlu besar hati pada belum dewasa muda yang berkreasi dengan robot ciptaannya sehingga meraih penghargaan disana sini, dan itu semua berkat kemajuan teknologi.
Kita hanya perlu selektif dan memperhatikan azas manfaat serta selama dalam batas kewajaran. Jangan hingga terlena oleh kesenangan sesaat sehingga mengorbankan menit menit berharga perkembangan putra-putri kita tercinta, alasannya yakni susungguhnya merekalah investasi kita untuk masa depan baik di dunia maupun akhirat. Teknologi seyogyanya dipakai untuk mempermudah insan dalam menjalani kehidupan namun interaksi sosial tetap dibutuhkan alasannya yakni disana ditemukan kejujuran, ketulusan dan pengorbanan. Terakhir gunakanlah IT itu sesuai kebutuhan.
*) Ditulis oleh RUSPEL AIGA. Guru SMPN 3 X Koto Diatas, Kabupaten Solok - Sumatera Barat